PONTIANAK, JMI -- Di tengah hiruk-pikuknya sidang pertama MK, Jumat (14/06/2019), di Kota Pontianak Kalimantan Barat digelar “Halal-Bihalal, Syukuran dan Dzikir Kebangsaan”. Acara berlangsung di pesantren Nahdhatus Syubban Jl.Apel 7 Pontianak.
Acara yang berlangsung ba’da jumat itu dihadiri oleh para kiyai, tokoh masyarakat, perwakilan BEM dan mahasiswa se-Kalbar, para alumni pesantren, pengurus PCNU Kota, dan para undangan eksekutif seperti yang mewakili Gubernur dan Wali Kota, yang kewakili institusi TNI-POLRI, dan para alumni pesantren se-Kota Pontianak.
Panitia menyebut acara ini acara syukuran untuk kemenangan bangsa yang telah berhasil melewati gawai besar Pilpres dan Pileg serentak yang relatif aman, damai, dan terkendali. Khususnya untuk kota Pontianak yang sempat dilanda situasi panas kini telah kondusif kembali berkat kinerja TNI-POLRI dan dukungan masyarakat luas kota Pontianak. Syukuran yang dirangkai halal-bihalal ini didominasi dengan kegiatan dzikir kebangsaan.
Setelah pembacaan ayat suci Alquran acara dimulai dengan dzikir dan syarahnya oleh K.H. Masyhur Syihab. Dalam pengantar dan syarah dzikirnya beliau mengutip firman Allah “athii’uullaaha wa athii’urrasuula wa ulil amri minkum-taatilah Allah, taatilah Rasul dan pemerintah yang ada di antara kamu”.
Kiyai yang akrab disapa Gus Masyhur yang juga sebagai Pendiri dan Pembina Majlis Dzikir Jokowi ini menekankan bahwa seseorang tidak akan bisa menaati pemimpinnya, pemerintah, jika tidak taat kepada Allah dan Rasulnya. Artinya bahwa taat kepada pemerintah sebagai indokator taat kepada Allah dan RasulNya. Sebaliknya jika seseorang tidak taat kepada pemerintah yang sah seperti misalnya ada niat dan gerakan makar, maka itu patut dipertanyakan keimanannya kepada Allah dan Rasulnya.
Nah, di sini letak urgensinya dzikir kepada Allah. Bahwa dzikir ini yang akan melatih lembutnya hati sehingga keimanan kepada Allah dan Rasulnya bisa istiqamah, lurus dan konsisten. Seseorang yang istiqamah dalam keimanan akan disertakan ribuan malaikat kepadanya, tidak akan gentar oleh situasi apapun, tentram-damai hati, dan akan penuh kemanfaatan untuk sekitarnya. Inilah makna dan wujud dari Islam rahmatan lil’aalamiin.
Jamaah semakin khusyu saat Gus Masyhur mulai mengimami dzikir kebangsaan yang diawali dengan tasawulan panjang. Semua yang hadir tampak khusyu memperaktekkan kaifiyat dzikir yang dituntunkan oleh Gus Masyhur. Dzikir yang menggugah tentramnya hati, demikian ujar salah satu jamaah yaitu K. H. Ahmad Faruki sebagai Ketua PCNU Kota.
Sementara KH. Ahmad Rustamaji sebagai Pengasuh Pesantren Nahdhatus Syubban yang juga Rais Syruriah PCNU Kota Pontianak menagatakan saya haru dan tergugah dengan nazham dzikir yang mu’tabarah seperti ini. Di samping isinya jelas dan menyentuh hati, sanad dzikir ini mu’tabarah.
Suasana halal-bihalal dan dzikir kebangsaan ini semakin khidmat saat Prof. Dr. Bambang Saputra, SH., M.H. sebagai Ketua Dewan Pakar Landas Indonesiaku (Lembaga Aspirasi Dan Analisis Strategis Indonesiaku) menyampaikan sambutan. Beliau menyampaikan trilogi kerukunan umat beragama. Untuk kokohnya kita sebagai sebuah bangsa yang ditakdirkan Allah sebagai bangsa yang majemuk ini, maka kita harus terapkan pertama, kerukunan antar umat seagama.
Sesama muslim harus saling menghargai pendirian kefahaman apalagi dalam hal yang sifatnya furu’iyah. Yang penting soal aqidah kita sama. Sesama umat Islam kita harus saling membahu. Muslim Indonesia sebagai sokoguru tegaknya NKRI ini. Kedua, kerukunan antar umat beragama. Sesama anak bangsa Indonesia kita harus saling menghargai saudara kita yang beda agama.
Perbedaan itu merupakan wujud Kudratullah atau takdir Tuhan. Takdirlah yang menbuat kita selalu berbeda, dan bukan kemauan kita. Jadi orang beriman itu wajib menghargai perbedaan kita yang tercipta berbeda. Yang ketiga, kerukunan antara umat bergama dan pemerintah. Umat beragama harus mematok rasa rukun dengan pemerintah. Bukan sebaliknya para tokoh agama berunding mengajak makar.
Indikasi nilai baik di sisi Allah itu adalah ketika kita mengakui pemerintah yang sah, mencintai tanah air dan membangunnya dengan segenap kemampuan. Jika mau masuk surga kita mesti maksimal mensyukuri keberadaan bangsa kita yang besar ini. Bukan dengan merakit bom dan meledakkan diri untuk mendapatkan surga intuitif yang tidak jelas asal usulnya.
Kegiatan dzikir tersebut juga merupakan kegiatan puncak (walaupun sederhana) dari semua kegiatan dzikir yang di nahkodai oleh Dr. H. Syarif, S.Ag, MA selama kurang lebih setahun ini di beberapa tempat khususnya Kalbar. Rektor IAIN Pontianak yang sekaligus sebagai pembina Majlis Dzikir Jokowi di seluruh kalimantan ini menuturkan bahwa ilmu yg diperoleh tidak akan ada ruhnya melainkan jika dibarengi dengan dzikir secara aktif. Dengan berdzikir insya Allah ilmu akan semakin memberi manfaat, segala kegiatan terasa nikmat dan mendatangkan rahmatnya Allah azzawajalla," pungkasnya.
Syukuran dan dzikir kebangsaan ini menemukan puncaknya saat Dr. H. Syarif, S. Ag., MA didaulat untuk menyampaikan hikmah syukuran dan dzikir kebangsaan ini. Syarif memulai dengan bahwa semua kekacauan dan keangkara-murkaan di permukaan bumi ini bermula dari penyakit hati. Hati yang berpenyakit biasanya memandang orang lain selalu tidak ada baiknya.
Seolah-olah hanya dirinya saja yang benar, sementara yang lain semua salah. Pandangan kacamata kuda ini jelas sangat keliru dan jauh menyimpang dari nilai-nilai kesadaran berketuhanan yang mendalam. Dalam sekala hidup berbangsa dan bernegara yang luas, ini jelas sangat berbahaya. Tampaknya penyakit hati itu sepele, tapi ketika disadari dia adalah sumber dari segala kejahatan, termasuk kejahatan makar yang hampir kerap terjadi.
Masih tentang penyakit hati, Syarif mengutip teks ayat Alquran di surat azzumar/43:36-37, bahwa “barang siapa yang lalai dzikir atau mengingat Tuhan Kami tancapkan setan di hatinya dan setan itu menjadi teman dekatnya. Sesunggunya setan itu akan menghalangi mereka dari jalan kebenaran, dan (mereka yang demikian itu) mengira bahwa mereka mendapat petunjuk”.
Sesorang yang hatinya telah dihinggapi setan selalu merasa benar sendiri. Mereka sedang memaki orang lain, sedang memfitnah, sedang mengadu-domba, sedang merencanakan makar, sedang menipu, dan seterusnya, tapi mereka mengira perbuatan mereka itu justru untuk menegakkan kebenaran. Seperti ditegas dalam surat Albaqarah “jika dikatakan kepada mereka jangan melakukan kerusakan di muka bumi, mereka mejnjawab justru kami orang-orang yang melakukan kebaikan,” pungkas dosen kandidat guru besar ahli tafsir ini.
Mengakhiri taushiyah nya, Syarif menekankan bahwa syukuran dan dzikir ini diadakan untuk kemenangan kita semua bangsa Indonesia yang telah memenangkan NKRI dalam perhelatan akbar nasional yang baru saja berlalu. Alhamdulillah pesta demokrasi kita secara nasional berjalan lancar dan aman.
Walaupun ada sedikit riak-riak tapi dapat segera diatasi atas kerjasama POLRI dan TNI. Kemudian kita ingin menegaskan rasa syukur kita, karena negeri kita ini yang terdiri dari tidak kurang dari 714 suku, bangsa dan bahasa, lebih dari 17.500 pulau, sampai hari ini tetap utuh sebagai bangsa dan Negara Kesatuan RI.
Artinya kita sangat patut bersyukur kepada Allah karena kita dikarunia ketangguhan sebagai bangsa dalam berkesadaran untuk keutuhan NKRI. Sebagai wujud syukur itu, kita tidak boleh ambigu dalam berbangsa dan bernegra tidak boleh semaunya. Pada satu sisi negara dan pemerintah kita butuhkan, tapi pada satu sisi lagi negara dan pemerintah dihujat dan dimakari, itu namanya ambigu, itu bisa jatuh ke sifat munafik.
Acara syukuran dan dzikir kebangsaan ini ditutup dengan pemotongan tumpeng dan foto bersama.
CUN-CUN/JMI/RED
Acara yang berlangsung ba’da jumat itu dihadiri oleh para kiyai, tokoh masyarakat, perwakilan BEM dan mahasiswa se-Kalbar, para alumni pesantren, pengurus PCNU Kota, dan para undangan eksekutif seperti yang mewakili Gubernur dan Wali Kota, yang kewakili institusi TNI-POLRI, dan para alumni pesantren se-Kota Pontianak.
Panitia menyebut acara ini acara syukuran untuk kemenangan bangsa yang telah berhasil melewati gawai besar Pilpres dan Pileg serentak yang relatif aman, damai, dan terkendali. Khususnya untuk kota Pontianak yang sempat dilanda situasi panas kini telah kondusif kembali berkat kinerja TNI-POLRI dan dukungan masyarakat luas kota Pontianak. Syukuran yang dirangkai halal-bihalal ini didominasi dengan kegiatan dzikir kebangsaan.
Setelah pembacaan ayat suci Alquran acara dimulai dengan dzikir dan syarahnya oleh K.H. Masyhur Syihab. Dalam pengantar dan syarah dzikirnya beliau mengutip firman Allah “athii’uullaaha wa athii’urrasuula wa ulil amri minkum-taatilah Allah, taatilah Rasul dan pemerintah yang ada di antara kamu”.
Kiyai yang akrab disapa Gus Masyhur yang juga sebagai Pendiri dan Pembina Majlis Dzikir Jokowi ini menekankan bahwa seseorang tidak akan bisa menaati pemimpinnya, pemerintah, jika tidak taat kepada Allah dan Rasulnya. Artinya bahwa taat kepada pemerintah sebagai indokator taat kepada Allah dan RasulNya. Sebaliknya jika seseorang tidak taat kepada pemerintah yang sah seperti misalnya ada niat dan gerakan makar, maka itu patut dipertanyakan keimanannya kepada Allah dan Rasulnya.
Nah, di sini letak urgensinya dzikir kepada Allah. Bahwa dzikir ini yang akan melatih lembutnya hati sehingga keimanan kepada Allah dan Rasulnya bisa istiqamah, lurus dan konsisten. Seseorang yang istiqamah dalam keimanan akan disertakan ribuan malaikat kepadanya, tidak akan gentar oleh situasi apapun, tentram-damai hati, dan akan penuh kemanfaatan untuk sekitarnya. Inilah makna dan wujud dari Islam rahmatan lil’aalamiin.
Jamaah semakin khusyu saat Gus Masyhur mulai mengimami dzikir kebangsaan yang diawali dengan tasawulan panjang. Semua yang hadir tampak khusyu memperaktekkan kaifiyat dzikir yang dituntunkan oleh Gus Masyhur. Dzikir yang menggugah tentramnya hati, demikian ujar salah satu jamaah yaitu K. H. Ahmad Faruki sebagai Ketua PCNU Kota.
Sementara KH. Ahmad Rustamaji sebagai Pengasuh Pesantren Nahdhatus Syubban yang juga Rais Syruriah PCNU Kota Pontianak menagatakan saya haru dan tergugah dengan nazham dzikir yang mu’tabarah seperti ini. Di samping isinya jelas dan menyentuh hati, sanad dzikir ini mu’tabarah.
Suasana halal-bihalal dan dzikir kebangsaan ini semakin khidmat saat Prof. Dr. Bambang Saputra, SH., M.H. sebagai Ketua Dewan Pakar Landas Indonesiaku (Lembaga Aspirasi Dan Analisis Strategis Indonesiaku) menyampaikan sambutan. Beliau menyampaikan trilogi kerukunan umat beragama. Untuk kokohnya kita sebagai sebuah bangsa yang ditakdirkan Allah sebagai bangsa yang majemuk ini, maka kita harus terapkan pertama, kerukunan antar umat seagama.
Sesama muslim harus saling menghargai pendirian kefahaman apalagi dalam hal yang sifatnya furu’iyah. Yang penting soal aqidah kita sama. Sesama umat Islam kita harus saling membahu. Muslim Indonesia sebagai sokoguru tegaknya NKRI ini. Kedua, kerukunan antar umat beragama. Sesama anak bangsa Indonesia kita harus saling menghargai saudara kita yang beda agama.
Perbedaan itu merupakan wujud Kudratullah atau takdir Tuhan. Takdirlah yang menbuat kita selalu berbeda, dan bukan kemauan kita. Jadi orang beriman itu wajib menghargai perbedaan kita yang tercipta berbeda. Yang ketiga, kerukunan antara umat bergama dan pemerintah. Umat beragama harus mematok rasa rukun dengan pemerintah. Bukan sebaliknya para tokoh agama berunding mengajak makar.
Indikasi nilai baik di sisi Allah itu adalah ketika kita mengakui pemerintah yang sah, mencintai tanah air dan membangunnya dengan segenap kemampuan. Jika mau masuk surga kita mesti maksimal mensyukuri keberadaan bangsa kita yang besar ini. Bukan dengan merakit bom dan meledakkan diri untuk mendapatkan surga intuitif yang tidak jelas asal usulnya.
Kegiatan dzikir tersebut juga merupakan kegiatan puncak (walaupun sederhana) dari semua kegiatan dzikir yang di nahkodai oleh Dr. H. Syarif, S.Ag, MA selama kurang lebih setahun ini di beberapa tempat khususnya Kalbar. Rektor IAIN Pontianak yang sekaligus sebagai pembina Majlis Dzikir Jokowi di seluruh kalimantan ini menuturkan bahwa ilmu yg diperoleh tidak akan ada ruhnya melainkan jika dibarengi dengan dzikir secara aktif. Dengan berdzikir insya Allah ilmu akan semakin memberi manfaat, segala kegiatan terasa nikmat dan mendatangkan rahmatnya Allah azzawajalla," pungkasnya.
Syukuran dan dzikir kebangsaan ini menemukan puncaknya saat Dr. H. Syarif, S. Ag., MA didaulat untuk menyampaikan hikmah syukuran dan dzikir kebangsaan ini. Syarif memulai dengan bahwa semua kekacauan dan keangkara-murkaan di permukaan bumi ini bermula dari penyakit hati. Hati yang berpenyakit biasanya memandang orang lain selalu tidak ada baiknya.
Seolah-olah hanya dirinya saja yang benar, sementara yang lain semua salah. Pandangan kacamata kuda ini jelas sangat keliru dan jauh menyimpang dari nilai-nilai kesadaran berketuhanan yang mendalam. Dalam sekala hidup berbangsa dan bernegara yang luas, ini jelas sangat berbahaya. Tampaknya penyakit hati itu sepele, tapi ketika disadari dia adalah sumber dari segala kejahatan, termasuk kejahatan makar yang hampir kerap terjadi.
Masih tentang penyakit hati, Syarif mengutip teks ayat Alquran di surat azzumar/43:36-37, bahwa “barang siapa yang lalai dzikir atau mengingat Tuhan Kami tancapkan setan di hatinya dan setan itu menjadi teman dekatnya. Sesunggunya setan itu akan menghalangi mereka dari jalan kebenaran, dan (mereka yang demikian itu) mengira bahwa mereka mendapat petunjuk”.
Sesorang yang hatinya telah dihinggapi setan selalu merasa benar sendiri. Mereka sedang memaki orang lain, sedang memfitnah, sedang mengadu-domba, sedang merencanakan makar, sedang menipu, dan seterusnya, tapi mereka mengira perbuatan mereka itu justru untuk menegakkan kebenaran. Seperti ditegas dalam surat Albaqarah “jika dikatakan kepada mereka jangan melakukan kerusakan di muka bumi, mereka mejnjawab justru kami orang-orang yang melakukan kebaikan,” pungkas dosen kandidat guru besar ahli tafsir ini.
Mengakhiri taushiyah nya, Syarif menekankan bahwa syukuran dan dzikir ini diadakan untuk kemenangan kita semua bangsa Indonesia yang telah memenangkan NKRI dalam perhelatan akbar nasional yang baru saja berlalu. Alhamdulillah pesta demokrasi kita secara nasional berjalan lancar dan aman.
Walaupun ada sedikit riak-riak tapi dapat segera diatasi atas kerjasama POLRI dan TNI. Kemudian kita ingin menegaskan rasa syukur kita, karena negeri kita ini yang terdiri dari tidak kurang dari 714 suku, bangsa dan bahasa, lebih dari 17.500 pulau, sampai hari ini tetap utuh sebagai bangsa dan Negara Kesatuan RI.
Artinya kita sangat patut bersyukur kepada Allah karena kita dikarunia ketangguhan sebagai bangsa dalam berkesadaran untuk keutuhan NKRI. Sebagai wujud syukur itu, kita tidak boleh ambigu dalam berbangsa dan bernegra tidak boleh semaunya. Pada satu sisi negara dan pemerintah kita butuhkan, tapi pada satu sisi lagi negara dan pemerintah dihujat dan dimakari, itu namanya ambigu, itu bisa jatuh ke sifat munafik.
Acara syukuran dan dzikir kebangsaan ini ditutup dengan pemotongan tumpeng dan foto bersama.
CUN-CUN/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar