JAKARTA, JMI -- Penerapan biaya kontribusi Rp 3,75 juta ke Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang rencananya diterapkan Agustus 2022 menuai pro dan kontra.
Di
tengah situasi tersebut, upaya konservasi dan penerapan pariwisata
berkelanjutan dinilai menjadi hal penting yang perlu digarisbawahi jika ingin
mempertahankan kualitas destinasi tersebut.
Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup pertama RI yang menjabat pada
1978-1993 menjadi saksi penetapan Taman Nasional Komodo sebagai salah
satu Taman Nasional pertama di Indonesia.
Daya
tarik TN Komodo adalah satwa komodo itu
sendiri. Komodo sebagai makhluk hidup menurutnya harus dipertahankan dan
destinasi itu berbeda dari destinasi lain, misalnya Bali yang lebih menonjolkan
budaya atau tempat.
"Wisata
komodo adalah wisata dengan living creature (makhluk
hidup) yang unik, yang merupakan binatang yang historis," ujarnya dalam
keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis
(21/07/2022). Ini disampaikannya saat melakukan audiensi di TN Komodo, 7 Juli
2022.
"Demikian
halnya, maka komodo sebagai makhluk hidup harus kita pertahankan,"
sambungnya.
Ia menambahkan, strategi pariwisata di daerah habitat komodo
idealnya tak mengedepankan kuantitas pengunjung, melainkan pada kualitas tamu.
Sebab,
jika ekosistem komodo terganggu, kehidupan satwa purba itu juga ikut terganggu.
Manusia tidak bisa sembarangan mengakses habitat komodo, termasuk membuang
sampah sembarangan dan penggunaan lahan.
"Tidak
ada yang peduli pada dampak dari penggunaan lahan, perubahan iklim, suhu, serta
alam. Tidak ada yang peduli. Yang penting wisatawan dapat hotel, dapat
berwisata, dan dapat naik kapal. Apakah ada yang peduli dengan komodo? Tidak
ada. Yang penting uang, uang, dan uang," tuturnya.
Ia
menambahkan, untuk itu, harga masuk perlu dinaikkan sebagai kompensasi untuk
mengembalikan apa yang hilang dari ekosistem komodo dan makhluk hidup lain di
kawasan, demi menciptakan pariwisata yang bertanggung jawab dan mengedepankan
praktik konservasi.
Selain itu, kajian juga menunjukkan perlunya pembatasan
pengunjung. Dari hasil kajian, diperoleh bahwa kapasitas ideal TN Komodo
dalam menampung wisatawan adalah sebanyak 219.000 dan maksimal sebanyak 292.000
kunjungan per tahun.
Jumlah
itu jika dilihat berdasarkan sejumlah faktor, termasuk panjang jalur terpendek trekking,
lama berjalan rata-rata wisatawan, lama berkunjung wisatawan hingga tingkat
kenyamanan berwisata, serta mempertimbangkan nilai jasa ekosistem di dalamnya.
Nilai
jasa ekosistem yang dinilai hilang mulai dari jasa ekosistem sumberdaya
genetik, jasa ekosistem biodiversitas, jasa ekosistem penyediaan air bersih,
pengaturan iklim, produksi oksigen, jasa ekosistem ruang hidup, jasa ekosistem ecotourism,
hingga jasa ekosistem estet.
Berdasarkan data pertumbuhan wisatawan dan ekonomi
tim Kajian Daya Dukung Daya Tampung berbasis Jasa Ekosistem, pertumbuhan
wisatawan di TN Komodo tercatat mengalami kenaikan 1,33 kali pada rentang waktu
tahun 2013-2016, menjadi 2,05 kali selama rentang waktu 2016 hingga 2019.
Hal
ini disebut malah berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi Manggarai
Barat yang mengalami penurunan dari 1,7 kali selama 2013-2016, menjadi 1,5 kali
selama 2016-2019.
Mengacu
pada data tersebut, tim kajian menilai perlu ada program konservasi dan penerapan
pariwisata berkelanjutan guna menunjang kelestarian ekosistem TN Komodo.
Apalagi sejak September 2021, status komodo sebagai satwa
liar daftar merah International Union for Conservation (IUCN)
atau berstatus terancam punah.
"Maka
jangan jumlah pengunjung menjadi kriteria, yang menjadi obyek wisata adalah
makhluk hidup, bukan barang mati. Apabila ekosistemnya terganggu, bisa
mengganggu ekuilibrium kehidupan komodo, yang mana kita tidak punya
ahlinya," kata Emil.
Penolakan kenaikan tarif masuk
TN Komodo
Kenaikan
tarif masuk TN Komodo mendapat penolakan dari
sejumlah pihak, terutama para pelaku wisata dan masyarakat sekitar yang
terdampak.
Kelompok
masyarakat yang terdiri dari asosiasi pelaku pariwisata, petani, dan nelayan,
misalnya, sempat melakukan demonstrasi di Labuan Bajo, NTT untuk menyatakan
sikap penolakan terhadap wacana kenaikan tarif masuk ke TN Komodo.
Mereka mengkhawatirkan kenaikan tarif masuk dapat berdampak
buruk terhadap ekonomi masyarakat sekitar. Sebab, harga tiket tersebut dinilai
hanya terjangkau untuk kelompok menengah ke atas.
"Kami
mengutuk keras Pemprov NTT yang menyatakan terjadi penurunan nilai jasa
ekosistem di Pulau Komodo dan Padar, sehingga
harus membatasi pengunjung menjadi 200.000 per tahunnya. Kebijakan tersebut
sangat merugikan ekonomi masyarakat Komodo yang notabene 90 persen adalah
pelaku pariwisata," kata seorang warga Pulau Komodo, Iksan saat berorasi
di Halaman Kantor Balai Taman Nasional Komodo, Senin (18/07/2022).
Para demonstran mengkhawatirkan pembatasan pengunjung dan
kenaikan tarif masuk bisa memengaruhi animo wisatawan untuk datang ke Labuan
Bajo, khususunya kawasan TN Komodo.
Terkait
hal ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno meyakini kawasan
TN Komodo tak akan menjadi sepi wisatawan.
Menyampaikan
pentingnya konservasi menurutnya malah berpotensi membuat banyak orang ingin
berkunjung ke sana.
"Jika
kita ingin menggapai mereka dengan pemahaman-pemahaman yang tadi disampaikan,
ini saya yakin akan mengubah pikiran mereka dan justru makin banyak kunjungan
ke Labuan Bajo," kata Sandiaga Uno dalam Weekly Press Briefing secara
daring, Senin (11/07/2022),
Selain itu, wisatawan juga memiliki alternatif destinasi di
sekitar kawasan TN Komodo, yang membuat pariwisata di sana bisa semakin merata.
Direktur
Utama BPOLBF Shana Fatina mengungkapkan, pihaknya sudah mempersiapkan lebih
dari 50 destinasi di dalam kawasan Labuan Bajo, sebagai alternatif wisata.
"Dalam
kawasan taman nasional pun masih banyak spot untuk wisata bahari. Kemudian juga
wisata di desa wisata, ada dua di kawasan yang akan diintegrasikan dalam paket
wisata yang menjadi experience baru
berwisata dalam TN Komodo," kata Shana menjelaskan.
Pembatasan hanya di Pulau Komodo dan Pulau
Padar
Adapun
mengenai tarif masuk baru dan pembatasan pengunjung rencananya hanya akan
diterapkan di dua pulau saja, yakni Pulau Komodo dan Pulau Padar.
Hal itu telah ditegaskan kembali oleh Presiden Joko Widodo di
sela kunjungannya ke Labuan Bajo, Kamis.
"Komodo
di Pulau Rinca dan di Pulau Komodo itu komodonya juga sama, wajahnya juga sama.
Jadi kalau mau liat komodo silakan ke Pulau Rinca, di
sini ada komodo. Mengenai bayarnya berapa, tetap," ujarnya di Pulau Rinca,
Kamis,
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memastikan masyarakat tetap bisa
berwisata ke Pulau Komodo untuk melihat komodo yang ada di sana, namun biaya
yang dikeluarkan berbeda dengan jika berkunjung ke Pulau Rinca.
"Kalau
mau 'Bapak saya pingin sekali Pak lihat yang di Pulau Komodo' silakan enggak
apa-apa juga, tapi ada tarifnya yang berbeda," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, kenaikan harga tiket masuk Pulau Komodo
didasari oleh perlunya keseimbangan antara kepentingan konservasi dan ekonomi
melalui turisme di Pulau Komodo.
Sumber : Kompasnews.
0 komentar :
Posting Komentar