
Konferensi Pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (cpo) di Kejagung, Jakarta (17/6/2025). Foto: Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto.
JAKARTA, JMI -- Penyitaan uang fantastis hasil korupsi senilai Rp 11,8 triliun menjadi yang
terbesar sepanjang sejarah Kejaksaan Agung (Kejagung). Dari manakah asal usul
uang triliunan tersebut?
Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung,
Sutikno, menerangkan uang itu merupakan hasil sitaan kasus korupsi persetujuan
ekspor Crude Palm Oil (CPO) minyak kelapa sawit periode 2021-2022 yang menjerat
korporasi Wilmar Group. Uang yang disita jumlahnya mencapai Rp
11.880.351.802.619.
"Penyitaan uang hasil tindak pidana korupsi pemberian fasilitas CPO dan
turunannya dari para terdakwa korporasi Wilmar Group sebesar
Rp11.880.351.802.619," kata Sutikno dalam jumpa pers di kantor Kejagung,
Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).
Sutikno mengatakan uang itu berasal dari lima korporasi yang tergabung di
Wilmar Group. Mereka yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi,
PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati
Indonesia.
"Bahwa dalam perkembangannya, kelima terdakwa korporasi tersebut beberapa
saat yang lalu mengembalikan sejumlah uang kerugian negara yang ditimbulkan.
Total seluruhnya seperti kerugian yang telah terjadi, yaitu Rp 11,8
triliun," kata Sutikno.
"PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp 3.997.042.917.832.42, PT Multi
Nabati Sulawesi sebesar Rp 39.756.429.964.94, kemudian yang ketiga PT Sinar
Alam Permai sebesar Rp 483.961.045.417.33, yang keempat PT Wilmar Bioenergi
Indonesia sebesar Rp 57.303.038.077.64, dan yang kelima Wilmar Nabati Indonesia
sebesar Rp 7.302.288.371.326.78," rincinya.
Uang tersebut kini disimpan penyidik pada rekening penampungan Kejaksaan Agung
pada Bank Mandiri. Dia memastikan penyitaan sudah atas izin dari Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.
"Penyitaan tersebut dilakukan pada tingkat penuntutan dengan mendasarkan
ketentuan Pasal 39 Ayat 1 huruf A juncto Pasal 38 Ayat 1 KUHAP untuk
kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi," jelasnya.
Sutikno menjelaskan ada tiga perusahaan yang dijerat dalam kasus ini yaitu PT
Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Sejauh ini baru
PT Wilmar Group yang telah mengembalikan uang senilai Rp 11,8 triliun.
"Saat ini yang telah mengembalikan kerugian keuangan negara akibat
perbuatan korupsi yang dilakukan oleh lima grup Wilmar telah utuh
dikembalikan," kata Sutikno.
Sutikno berharap Musim Mas Group dan Permata Hijau Group bisa segera mengambil
langkah serupa dengan Wilmar Group. Rincian sisanya yang harus dikembalikan ke
negara oleh Permata Hijau Group sebesar Rp 937,6 miliar dan Musim Mas Group
sebesar Rp 4,89 triliun.
"Untuk Permata Hijau dan Musim Mas, kita berharap ke depan mereka juga
membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar," tutur Sutikno.
"Mereka sedang berproses, kita harapkan mereka akan mengembalikan secara
utuh juga," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengungkap
penyitaan uang ini menjadi yang paling besar. Bahkan, kata Harli, penyitaan Rp
11,8 triliun terbesar sepanjang sejarah.
"Yang pertama bahwa untuk kesekian kali kita melakukan release press
conference terkait dengan penyitaan uang dalam jumlah yang sangat besar dan
barangkali merupakan press conference terhadap penyitaan uang dalam sejarahnya,
ini yang paling besar," kata Harli.
Uang sitaan itu pun telah ditampilkan dalam konferensi pers Kejagung. Hamparan
gunungan uang memenuhi ruangan dan bertumpuk-tumpuk memenuhi ruangan.
Seluruh uang dalam pecahan mata uang Rp 100 ribu itu dikelompokkan dengan
jumlah masing-masing Rp 1 miliar dalam satu plastik. Ruangan Kejagung tampak
sesak dengan uang triliunan itu.
Kejagung tidak menampilkan semua uang sitaan Rp 11,8 triliun. Kejagung hanya
memajang Rp 2 triliun saja.
Dalam kasus ini, ada tiga perusahaan yang dijerat menjerat tiga perusahaan,
yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, dalam kasus
korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng periode
2021-2022. Kasus ini merupakan hasil pengembangan terhadap proses hukum di
kasus korupsi minyak goreng dengan lima terdakwa perorangan.
Dalam putusannya, majelis hakim menilai para pelaku telah merugikan keuangan
negara hingga Rp 6 triliun dan merugikan perekonomian negara senilai Rp 12,3
triliun.
Kasus CPO korporasi ini diketahui telah divonis lepas oleh PN Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Kejagung saat ini kemudian mengajukan
permohonan kasasi terhadap vonis lepas itu ke Mahkamah Agung.
sumber: detik
0 komentar :
Posting Komentar