WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Simon Tahamata: Pemandu Bakat Baru Timnas yang Cari Pemain dengan Otak dan Mental Baja


JAKARTA, JMI
– Dalam upaya memperkuat fondasi tim nasional menuju Piala Dunia 2026 dan seterusnya, PSSI mengambil langkah besar dengan menunjuk Simon Tahamata sebagai Kepala Pemandu Bakat Tim Nasional Indonesia. Penunjukan yang diumumkan pada 22 Mei lalu ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk mengidentifikasi, merekrut, dan mengembangkan bakat-bakat terbaik dari seluruh penjuru Indonesia dan diaspora, khususnya di Eropa.

Pada Senin (2/6), Simon terlihat langsung memantau latihan timnas di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta. Di sana, ia membagikan pandangannya soal kriteria pemain ideal versi dirinya.

“Saya ingin memilih pemain yang bisa menggunakan kedua kaki, memiliki kemampuan teknis yang sangat bagus, serta mental pemenang,” tegasnya.

Fleksibel, Terampil, dan Tangguh Secara Mental

Bagi Simon, bakat semata tidak cukup. Dalam sistem sepak bola modern, yang dibutuhkan adalah pemain dengan kecerdasan bermain, kemampuan teknis mumpuni, dan yang tak kalah penting: ketangguhan mental. Ia menyebut fleksibilitas kemampuan bermain di berbagai posisi dan situasi sebagai nilai tambah utama dalam seleksi pemain.

“Pemain hebat bukan hanya yang bisa menggiring bola atau mencetak gol, tapi yang bisa berpikir cepat dan bermain untuk tim. Visi bermain sangat penting,” tambahnya.

Menariknya, Simon tidak memasukkan tinggi badan sebagai pertimbangan utama. Ia sendiri adalah bukti nyata bahwa tubuh mungil tak menghalangi karier cemerlang. Dengan tinggi 164 cm, Simon justru bersinar di panggung sepak bola Eropa.

“Saya kecil, tapi saya bermain dengan orang-orang yang tinggi-tinggi. Saya harus pakai cara lain harus pintar,” ujarnya dengan senyum, mengenang masa-masa bermainnya di liga top Eropa.

Dari Eropa ke Indonesia: Pengalaman Tak Ternilai

Karier Simon Tahamata di Eropa sangat mengesankan. Ia telah bermain sebanyak 730 kali untuk lima klub elite, yakni Feyenoord, VAC Beerschot, Ajax Amsterdam, Standard Liège, dan Beerschot AC. Dari posisi penyerang sayap, ia mencatatkan 144 gol dan 23 assist angka yang luar biasa untuk seorang winger.

Bersama timnas Belanda, ia mencatat 22 caps, menyumbang 2 gol dan 1 assist, membuktikan bahwa dirinya memang berada di level tertinggi sepak bola dunia.

Kini, pria berdarah Maluku tersebut membawa pengalaman internasionalnya ke Indonesia, berupaya menyaring bakat-bakat muda dari Sabang hingga Merauke dan juga dari komunitas diaspora untuk dipoles menjadi pemain kelas dunia.

Kolaborasi Eropa-Indonesia dalam Sepak Bola

Simon tidak bekerja sendirian. Ia akan berkolaborasi erat dengan pelatih timnas senior Patrick Kluivert, pelatih U-23 Gerald Vanenburg, dan pelatih U-17 Nova Arianto, membentuk tim teknis yang menyatukan filosofi bermain modern dengan pendekatan lokal.

PSSI berharap sinergi ini bisa menciptakan sistem pembinaan berkelanjutan, mengisi semua jenjang tim nasional dengan pemain-pemain yang bukan hanya berbakat, tetapi siap secara mental dan taktik.

Menatap Masa Depan: Indonesia Butuh Lebih dari Sekadar Bakat

Penunjukan Simon Tahamata bukan sekadar simbolik. Ini adalah sinyal kuat bahwa sepak bola Indonesia sedang bergerak ke arah yang lebih profesional dan berorientasi jangka panjang. Dengan pengalaman Eropa yang luas, pendekatan modern, dan semangat membangun, Simon diharapkan bisa membantu mencetak pemain-pemain yang bisa membawa Merah Putih bersaing di panggung dunia.

“Kita tidak bisa hanya berharap pada satu generasi emas. Kita harus bangun sistem yang bisa melahirkan pemain hebat setiap tahun,” ujar Simon menutup pernyataannya.

 

 

 

Sumber: KOMPAS.com

Editor: Kurnia Sapri  

Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar