WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Istana Cabut Kartu Liputan Wartawan, "Inilah Wajah Demokrasi yang Ketakutan Pada Kekuatan Keempat: Media Massa"

Demokrasi kita kembali dipertontonkan seperti sandiwara murahan. Seorang wartawan bertanya soal keracunan program makan bergizi, tiba-tiba kartu liputan dicabut. 

Alasannya? Pertanyaan dianggap “di luar konteks.” Ah, betapa rapuhnya kekuasaan yang alergi pada pertanyaan sederhana.

Inilah wajah demokrasi yang ketakutan pada kekuatan keempat: media massa. Padahal, dalam teori klasik, media justru berfungsi sebagai penyeimbang, pengingat bahwa kekuasaan tidak boleh mabuk dalam megalomania. 

Tapi di sini, media dianggap duri dalam daging, suara kritis yang harus dibungkam agar narasi tunggal tetap hidup.

Mereka lupa: membungkam pertanyaan tidak pernah memadamkan masalah. Seperti menutup mulut pasien agar tidak mengeluh sakit, sementara penyakit di dalam tubuh tetap merambat. 

Alih-alih menjawab, kekuasaan memilih jalan pintas: cabut kartu, usir wartawan. Demokrasi pun direduksi menjadi pertunjukan monolog, di mana penguasa bicara, rakyat hanya boleh tepuk tangan.

Satirenya jelas: yang ditakuti bukanlah keracunan makanan, tapi keracunan narasi. Bukan soal gizi yang gagal, tapi gizi bagi ego kekuasaan yang terancam. Demokrasi berubah jadi ruang kaca: retak sedikit, panik langsung menjalar.

Megalomania selalu punya satu kelemahan: ia tidak tahan cermin. Setiap pertanyaan jurnalis adalah refleksi, setiap kritik adalah pantulan wajah asli. 

Dan ketika kekuasaan mulai sibuk memecahkan cermin, kita tahu: yang runtuh bukan medianya, tapi kepercayaan pada panggung kekuasaan itu sendiri.


#Erizeli Jely Bandaro
 
 
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar