WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Saat Penghadang Kampanye Djarot Divonis Bersalah oleh Hakim

KAMIS, 22 DESEMBER 2016 | 10:41 WIB
Naman Sanip (52) (kiri foto) terdakwa kasus penghadangan kampanye calon wakil gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat
Jakarta, JURNALMEDIAIndonesia.com - Naman Sanip (52), penghadang kampanye calon wakil gubernur DKI, Djarot Saiful Hidayat, akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada Rabu (21/12/2016) kemarin. Naman dinyatakan bersalah karena mengganggu kampanye Djarot.

Perjalanan kasus Naman sampai akhirnya terjerat pidana dimulai pada 9 November lalu di Kembangan, Jakarta Barat. Saat itu Djarot hendak pulang karena selesai kampanye di sekitar kawasan tersebut. Namun saat hendak masuk ke mobil, Djarot memilih mendatangi para pengunjuk rasa yang berada beberapa meter di belakang mobilnya.

Mereka meneriakan slogan-slongan penolakan terhadap Djarot dan pasangan calonnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Djarot lantas mencari pimpinan pengunjung rasa.

"Mana komadannya, komandannya mana. Aku mau bicara dulu," kata Djarot di depan pengunjuk rasa.

Para pendemo itu umumnya masih remaja, bahkan ada anak kecil yang ikut-ikutan. Djarot akhirnya dipertemukan dengan seorang lelaki paruh baya berbaju koko dan berpeci hitam, yang belakangan diketahui sebagai Naman.

Djarot mengajak Naman berdiskusi. Suasana sedikit tegang. Naman saat itu menyebut Djarot sama saja dengan Ahok. Djarot bertanya apa keinginan Naman. "Saya kan menolak Ahok, karena (Djarot) satu group," kata pria tersebut.

Djarot menjelaskan kepada Naman bahwa kegiatannya berkampanye dan mengunjungi suatu wilayah manapun dilindungi oleh Undang-undang. Naman berdalih, penolakan mereka tidak terkait Pilkada DKI 2017 tetapi terkait dugaan penistaan agama oleh Ahok.

"Kalau masalah penistaan agama, ini ada Pak Polisi, Pak. Sudah diproses oleh polisi. Gitu lho, Pak," jawab Djarot.

Djarot mengingatkan Naman bahwa penghadangan seperti itu bentuk pelanggaran. Djarot menyatakan akan melaporkannya kepada Bawaslu.

Dilaporkan ke Bawaslu

Penolakan itu akhirnya dilaporkan ke Bawaslu DKI pada malam harinya oleh tim pemenangan Ahok-Djarot.

Ketua Badan Pengawas Pemilu DKI Mimah Susanti saat itu ia mengatakan ada empat temuan Bawaslu DKI terkait gangguan kampanye Pilkada DKI 2017. Keempat gangguan yang ditemukan Bawaslu itu dialami pasangan calon nomor pemilihan dua, Ahok-Djarot. Dua kejadian di Jakarta Utara, satu di Jakarta Barat, dan satu lainnya di Jakarta Selatan.

Bawaslu akhirnya memutuskan kasus penghadangan kampanye terhadap Djarot di Kembangan Utara memenuhi unsur tindak pidana pemilu. Bawaslu membuat laporan ke Polda Metro Jaya untuk menyidik kasus tersebut.

Naman kemudian ditetapkan sebagai terduga pelaku penghadangan Djarot. Ia disangkakan melanggar Pasal 187 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Polisi yang menyidik kasus itu kemudian menangkap Naman pada 22 November 2016. Ia kemudian dibawa ke Mapolda Metro Jaya dan ditetapkan sebagai tersangka.

Kepada polisi, Naman mengaku aksi menghadang Djarot itu spontan karena tidak suka kepada calon gubernur petahana atau Ahok.

Kasus itu masuk ke persidangan pada 13 Desember 2016. Setelah sekitar delapan hari sidang, Naman akhirnya divonis bersalah oleh mejelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Naman divonis dua bulan penjara dengan masa percobaan empat bulan. Ketua Majelis Hakim Masrizal menyatakan, Naman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penghadangan kampanye.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua bulan penjara. Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani," kata Masrizal.

Jika dalam masa percobaan empat bulan itu Naman melakukan tindak pidana yang sama atau tindak pidana lain, ia akan menjalani putusan penjara yang dua bulan tersebut.

Atas putusan tersebut, Naman menyatakan pikir-pikir mengenai putusan hakim. "Saya masih minta waktu Pak," ujar Naman.

Naman tetap yakin dirinya tidak bersalah. "Itu pandangan majelis hakim, tapi kronologisnya saya tidak bersalah," kata Naman, seusai persidangan.

Naman menyatakan, dia tidak anarkis saat kejadian dan tidak ikut meneriakan yel-yel. Naman juga membantah sebagai komandan massa yang berdemo saat itu. "Saya cuma tukang bubur," kata Naman.

Pengacara Naman, Abdul Haris Ma'mun menyatakan putusan majelis tidak sesuai dengan fakta di persidangan. "Karena (Naman) enggak pernah mengacaukan. Karena kampanye Pak Djarot sudah selesai di situ," kata Abdul.
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

BERITA TERKINI

Polisi: ABG Pembunuh Ayah-Nenek Dikenal Santun-Penurut

Jakarta, JMI - Polisi masih mendalami apa motif remaja inisial MAS (14) hingga tega membunuh ayahnya, APW (40) dan neneknya sendiri, RM (69)...