WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

KPK Diminta Awasi Adanya Politik Uang Seleksi Anggota BPK

ILUSTRASI: Gedung KPK
JAKARTA, JMI -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta ikut mengawasi proses seleksi pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bergulir di Komisi XI DPR RI. Hingga saat ini sedikitnya telah 32 nama calon anggota BPK yang lolos tahap administrasi.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin mengingatkan bahwa pollitik uang atau money politik berpotensi mewarnai pemilihan tersebut. Sehingga meminta KPK untuk dapat mengawasi sekaligus mengawal proses seleksi dalam memilih anggota BPK baru.

“Bukan hanya di Pilpres atau Pilkada, money politik terjadi, tapi pemilihan anggota BPK dalam proses pemilihannya bisa saja diduga money politik dan terjadinya deal-deal politik yang akan melumpuhkan kinerja BPK,” kata Ujang dalam keterangannya, Jumat (12/7).

Terlebih 32 orang yang lolos seleksi banyak yang terafiliasi partai politik. Menurutnya, masyarakat banyak kecewa terhadap BPK, karena dalam pengawasanya kurang membantu dalam upaya pencegahan dan penindakan terhadap terjadinya korupsi.

“Hal itu didukung juga oleh proses seleksi anggota BPK dari administrasi hingga proses akhirnya, yang murni dilakukan oleh DPR,” ucap Ujang.

Oleh karena itu, proses seleksi harus dilakukan harus transparan dan publik bisa mengontrolnya. Namun, pelibatan masyarakat atau KPK hampir tidak pernah dilakukan.

“Karenanya membuka peluang adanya deal-deal dalam menentukan siapa saja yang akan menduduki jabatan anggota BPK,” tegasnya.

“Kalau sampai kejadian money Politik, maka rusaklah semua tatanan pemerintahan, karena BPK yang menjadi lembaga independen ternyata diwarnai dugaan money politik pragmatis,” sambungnya.

Senada, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyampaikan, BPK bukan hanya pelarian calon anggota legislatif gagal melainkan menjadi target utama. Sebab, BPK mempunyai daya tarik bagi para caleg gagal karena menawarkan wewenang besar yaitu mengaudit keuangan negara.

“Kadang-kadang juga menjadi target utama sekarang, tidak hanya menjadi pelarian. Bayangkan dengan otoritas yang besar melakukan audit negara, dia menentukan terjadi penyimpangan atau tidak,” ucap Donal.

Bahkan proses penentuan adanya penyimpangan atau tidak itu membuka celah adanya deal-deal politik yang meliputi negosiasi hingga suap. Menurutnya, nama-nama tokoh partai politik yang mendaftar sebagai anggota BPK dikhawatirkan sengaja memanfaatkan posisi mereka di BPK untuk kepentingan politik maupun ekonomi.

“Itu membuat kelembagaan BPK menjadi punya afiliasi dan relasi-relasj politik, sehingga dalam tugas dan fungsinya justru terbawa-bawa ke berbagai macam kepentingan politik,” tandas Donal.

Untuk diketahui, dari 32 orang yang lolos seleksi administrasi terdapat sejumlah caleg gagal yang mendaftar sebagai anggota BPK periode 2019-2024. Mereka datang dari berbagai parpol.

Mereka antara lain, Nurhayati Ali Assegaf (Demokrat), Daniel Lumban Tobing (PDI-P), Akhmad Muqowam (PPP), Tjatur Sapto Edy (PAN), Ahmadi Noor Supit dan Ruslan Abdul Gani (Golkar), Haryo Budi Wibowo (PKB), serta Pius Lustrilanang, Wilgo Zainar dan Haerul Saleh (Gerindra).
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar