WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Pemprov DKI Jakarta Raih Penghargaan Pelopor Provinsi Layak Anak 2019

Anak-anak nampak asyik bermain di area taman bermain RPTRA Tidung Ceria (DTK).
JAKARTA, JMI -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berhasil meraih penghargaan Pelopor Provinsi Layak Anak 2019 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pada Selasa (23/7) malam. Penghargaan yang didapatkan bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional tersebut merupakan bagian dari Percepatan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) menuju Indonesia Layak Anak atau IDOLA 2030.

“Kategori penghargaan Pelopor Provinsi Layak Anak baru pertama kali diberikan pada tahun 2019 ini kepada Provinsi yang 100 persen seluruh Kota/Kabupatennya masuk kategori Layak Anak (KLA). Alhamdulillah, kita bersyukur DKI Jakarta termasuk dari empat provinsi di Indonesia yang mendapatkan penghargaan ini,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) Provinsi DKI Jakarta, Tuty Kusumawati dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/7).

Selain DKI Jakarta daerah lain yang turut mendapat pengharga yakni Daerah Istimewa Jogjakarta, Banten, dan Kepulauan Riau. Prestasi ini menambah daftar penghargaan yang diterima DKI dalam 1 tahun terkahir. Tercatat pada 2018, DKI juga dianugerahi sebagai Provinsi Penggerak Pengembangan Kota/Kabupaten Layak Anak, Sekolah Ramah Anak MTS 13 Jakarta Selatan, inisiasi pembentukan Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A), dan pencapaian cakupan akte kelahiran terbanyak untuk Suku Dinas Dukcapil Jakarta Barat.

Pada 2019 ini, Pemprov DKI Jakarta juga mendapatkan penghargaan lainnya dari Kementerian PPPA, yakni kategori Puskesmas Ramah Anak untuk Puskesmas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur dan Puskesmas Cempaka Putih Jakarta Pusat dalam mewujudkan Kota Layak Anak. “Provinsi DKI Jakarta mendapatkan peghargaan sebagai Pelopor tersebut karena sejak tahun 2018 lalu berhasil mendorong seluruh lima Kota dan satu Kabupaten Adminitrasi menuju Kota/Kabupaten Layak Anak,” ungkap Tuty.

Dalam penilaian ajang KLA, diketahui dilakukan oleh tim yang beranggotakan Pakar Anak, Kementerian/lembaga (Kemenko PMK, Kemendagri, Bappenas, dan Kemenkumham), Setneg, Kantor Staf Presiden (KSP), serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Penilaian dilaksanakan melalui 4 tahap, yaitu penilaian mandiri, verifikasi administasi, verifikasi lapangan, dan finalisasi. Dalam penilaian KLA, Kementerian PPPA membagi ke dalam 5 kriteria, yakni pratama, madya, nindya, utama, dan KLA.

Pada tahun 2018 lalu, KLA tingkat Pratama diraih oleh wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat, serta Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Adapun wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan dan Jakarta Timur berhasil meraih KLA tingkat Madya di tahun yang sama.

“Ke depan, kita akan terus mendorong dan meningkatkan upaya bersama secara kolaboratif dalam mencapai 24 indikator KLA,” pungkas Tuty.

Sebagai informasi, 24 indikator yang menjadi dasar Kota/Kabupaten Layak Anak terbagi dalam 6 dimensi, antara lain:

1. Kelembagaan
– Perda KLA
– KLA terlembaga
– Keterlibatan masyarakat, dunia usaha maupun media

2. Hak Sipil dan Kebebasan
– Akta Kelahiran
– Informasi Layak Anak
– Partisipasi Anak

3. Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
– Tingkat Perkawinan Anak
– Lembaga Konsultasi bagi Anak dan/atau Keluarga
– Lembaga pengasuhan anak alternatif
– Infrastruktur ramah anak

4. Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan
– Persalinan di Fasilitas Kesehatan
– Prevalensi Gizi
– Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
– Fasilitas Kesehatan dengan pelayanan ramah anak
– Air minum dan sanitasi
– Kawasan tanpa rokok

5. Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya
– Pendidikan Anak Usia Dini Holistik-Integratif (PAUD HI)
– Wajib Belajar 12 tahun
– Sekolah Ramah Anak (SRA)
– Pusat Kreativitas Anak (PKA)

6. Perlindungan Khusus
– Korban kekerasan dan eksploitasi
– Korban pornografi dan situasi darurat
– Penyandang disabilitas
– Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), terorisme, dan stigma
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar