JURNAL MEDIA INDONESIA -- Pandemi Covid-19 telah menyebar ke beberapa negara, termasuk Indonesia. Bencana ini
melemahkan banyak sektor, salah satu nya adalah sektor perbankan. Perbankan adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, dimana peran utama bank sendiri sebagai
lembaga intermediasi atau perantara keuangan. Sedangkan kegiatan utama bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat yang ‘kelebihan’ dana dalam bentuk tabungan, giro, dan
deposit, kemudian menyalurkan dana untuk masyarakat yang ‘kekurangan’ dana melalui
kredit atau pinjaman.
Penyebaran Covid-19 yang terjadi begitu cepat membuat bank harus merasakan pahitnya
menjadi lembaga yang bertugas menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat (berdasar UU No.10 Tahun 1998).
Bank harus tetap
melakukan fungsi nya sebagai alat kestabilan ekonomi, disamping rusaknya siklus utama
bank. Masyarakat tentunya memutuskan untuk tetap melakukan penyimpanan guna
menjaga-jaga apabila terjadi keadaan yang semakin memburuk. Dalam artian, sebagian
masyarakat akan memutuskan menyimpan tabungan sementara sebagian lainnya
membutuhkan kredit baru untuk tetap hidup disamping maraknya kasus pemotongan gaji,
pemberhentian gaji, bahkan pemutusan kontrak kerja.
Jika mengulik lebih dalam perihal siklus bank, bank memperoleh profit dari selisih bunga
kredit dengan bunga giro tabungan. Realitanya, bank harus tetap memberikan bunga
tabungan untuk sebagian masyarakat yang memutuskan untuk menabung, tetapi juga
terkendala penerimaan bunga kredit dari sebagian masyarakat lainnya yang menunggak
pembayaran kredit. Hal demikian memicu kredit macet disejumlah bank, pun meningkat
cukup pesat. Selisih bunga kredit dan bunga tabungan yang awalnya sebagai profit bank,
malah untuk menutup kewajiban bank kepada masyarakat.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan kondisi ekonomi yang berat (sekarang ini) akan
memberi dampak signifikan terhadap pendapatan dan likuiditas para pelaku usaha di sektor
riil.
“Apabila kondisi ini berlarut, maka mungkin akan banyak (usaha) yang tutup, maka ada
potensi (meningkatnya) NPL pada perbankan kita. Semua bank juga sudah harus
melakukan restrukturisasi karena ada kesulitan mencicil pokok dan bunga,” katanya dalam
rapat virtual streaming bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, hari Senin
(4/5/2020).
Ditengah pandemi seperti ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dituntut untuk memberikan
kebijakan strategis guna menjaga kestabilan pergerakan ekonomi antara bank dengan
masyarakat. Masyarakat harus tetap diberikan kelonggaran kredit, sedangkan bank harus
tetap dipertahankan esensinya untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Presiden Joko Widodo memberikan himbauan terkait penangguhan cicilan kredit kendaraan
bermotor yang ditujukan kepada driver ojek (online), taksi, serta nelayan atau UMKM selama
satu tahun bagi masyarakat yang terdampak pandemi. OJK akhirnya mengeluarkan
Peraturan OJK [POJK] No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional
Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Diputuskannya peraturan ini tentunya memberikan kelegaan bagi masyarakat yang
perekonomian nya terganggu karena pandemi. Pasalnya, OJK memberikan relaksasi kredit
usaha mikro dan usaha kecil menengah untuk nilai dibawah 10 (sepuluh) Miliar baik kredit
atau pembiayaan yang diberikan oleh bank maupun industri keuangan non-bank kepada
debitur perbankan akan diberikan penundaan sampai dengan satu tahun dan penurunan
bunga.
Debitur yang mengalami kesulitan memenuhi kewajiban pada bank, baik terdampak
langsung maupun tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain pariwisata, transportasi,
perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan. POJK ini mengatur
pada prinsipnya bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit atau pembiayaan
kepada seluruh debitur, sepanjang debitur teridentifikasi terdampak Covid-19. Sedangkan
kualitas kredit yang direstrukturisasi masih dapat ditetapkan lancar bagi debitur yang
teridentifikasi terkena dampak penyebaran Covid-19.
Baik bank, atau lembaga keuangan lainnya sebagai kreditur, tentunya sedikit keberatan
dengan stimulus kebijakan OJK tersebut. Kebijakan restrukturisasi kredit nantinya akan
mengganggu kestabilan bank dan lembaga terkait.
OJK sendiri menyatakan bahwa kebijakan restrukturisasi kredit ini cukup sulit, karena
nantinya akan mengganggu arus kas perbankan atau lembaga pembiayaan. Baik perbankan
maupun lembaga pembiayaan harus membayar dana pinjaman dari pihak lain sehingga
mempengaruhi likuiditas.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, menyatakan dalam pers virtual, apabila
nasabah (debitur) tidak mengangsur cicilan pokok dan bunga, maka arus kas bank dan
lembaga keuangan akan terganggu sehingga (kurang) likuiditas ini akan dialami oleh
lembaga perbankan maupun keuangan. Karena dilakukan atau tidaknya restrukturisasi,
likuiditas tidak ada yang masuk kecuali ada yang bayar.
Terganggunya likuiditas bank dan lembaga pembiayaan dapat diatasi dengan melakukan
interbank call money apabila dalam kondisi normal, namun ditengah pandemi seperti ini
akan sulit dilakukan.
Pada akhirnya, pemerintah mendorong akselerasi kredit, khususnya UMKM dan industri
padat karya. Upaya pemulihan ekonomi nasional adalah dengan melakukan penempatan
dana pada bank umum, dimana sistem penempatan dana ini persis seperti investasi
deposito. Uang negara yang disimpan pada bank umum bisa meningkatkan likuiditas bank
tersebut. Di samping itu, pemerintah juga mendapatkan imbalan berupa bunga selama
periode penyimpanan. Upaya ini dilakukan oleh pemerintah bersama OJK untuk mendukung
program restrukturisasi. Pemulihan ekonomi nasional dengan mekanisme penempatan dana
pada bank ini bertujuan untuk mengakselerasi pemberian kredit, khususnya UMKM dan
industri padat karya, dalam rangka percepatan pemulihan perekonomian masyarakat kelas
bawah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan akan menyimpan Rp30 Triliun uang negara
pada bank Himpara (Himpunan Bank Milik Negara), diantaranya: Bank Rakyat Indonesia,
Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara dan Bank Mandiri.
Dilansir dari instagram resmi Kementerian Keuangan, @kemenkeuri, sasaran prioritas ke-4
bank tersebut adalah:
1. Bank BRI
Telah memetakan wilayah sasaran di berbagai provinsi, termasuk desa dengan
presentase: rural 40%, urban 30%, suburban 30%.
2. Bank Mandiri
Memprioritaskan UMKM di daerah wisata, perdagangan, dan sektor lainnya yang
butuh dibangkitkan kembali.
3. Bank BNI
Memprioritaskan industri padat karya. Saling mengisi irisan antara ketiga bank
lainnya.
4. Bank BTN
Sebagai bank yang fokus pada sektor perumahan, maka 40% dana ini diperuntukkan
bagi stimulus KPR dan kredit konstruksi, baik KPR bersubsidi maupun nonsubsidi.
PENULIS
Nama : Dila Oktaviana
Status : Mahasiswa PKN STAN
Alamat email : 4301180331.dilaoktaviana@gmail.com
Nomor HP : 081806150765
0 komentar :
Posting Komentar