Jakarta JMI, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan rotasi sejumlah pejabat Polri. Salah satunya Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) Irjen Eko Indra Heri, yang ditarik ke Mabes Polri untuk menjabat Koordinator Staf Ahli Kapolri.
Eko diketahui beberapa waktu lalu menjadi sorotan gara-gara aksi 'prank' sumbangan Rp2 triliun yang diberikan putri seorang pengusaha bernama Akidi Tio, Heryanty, untuk mengatasi Covid-19.
Pengamat Kepolisian Sahat Dio berharap, dalam pengambilan setiap keputusan oleh Kapolri didasarkan pertimbangan yang matang dan rasional.
"Harus ada penilaian yang objektif dari setiap pengambilan keputusan, termasuk kebijakan mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Polri," ujar Sahat, Rabu (25/8/2021) malam
Hal ini, kata dia sejalan dengan upaya menjadikan anggota Polri sebagai polisi yang profesional. Serta agar tak bertentangan dengan konsep Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) yang digagas Kapolri itu sendiri.
"Program Presisi dan 16 program prioritas Kapolri itu pada intinya merupakan upaya Jenderal Sigit dalam menjadikan aparatur Polri yang profesional," tutur dia.
Sahat meminta Kapolri dalam membuat keputusan, bukan lantaran di bawah tekanan publik ataupun bayang-bayang pihak tertentu. Termasuk tekanan dari pengamat seperti dirinya.
"Pertimbangan yang objektif, rasional dan matang itu yang perlu diutamakan. Jangan dengarkan masukan pihak lain, termasuk pihak luar seperti saya. Itu jika apa yang saya dan pihak lain sampaikan atau sarankan, bertentangan dengan kriteria-kriteria dalam pembuatan keputusan tadi," jelasnya.
"Tapi saya yakin Jenderal Sigit bukanlah sosok yang bisa ditekan-tekan," imbuh Sahat.
Lebih lanjut, Sahat juga mengusulkan Kapolri untuk melakukan pembenahan di sektor yang membidangi komunikasi publik atau kehumasan. Aktivitas penyadang peran tersebut dianggap begitu krusial, mengingat dari sinilah citra Polri salah satunya terbentuk.
"Baik-buruk Polri ini dinilai dari sini. Dari apa yang disampaikan dan dilakukan Kadiv Humas, Kabid Humas hingga di tingkat terbawah," kata dia.
Karenanya, Sahat berharap agar Kapolri menempatkan orang-orang terbaik guna membidangi tanggung jawab ini.
"Mereka ini kan notabene sehari-hari berhubungan langsung dengan para wartawan sebagai penghubung informasi ke publik. Karena itu harapan saya, pilihlah individu-individu yang bukan hanya memahami tupoksi, tapi juga yang bisa benar-benar berhubungan secara profesional dan emosional dengan awak media," jelasnya.
"Artinya bukan hanya sosok yang komunikatif yang memiliki kemampuan retorika yang baik, tapi juga bisa 'mengikat' para jurnalis dengan hubungan emosional. Sehingga jika citra Polri di kemudian hari tak bisa dijaga secara profesional oleh para humas, di saat ada insiden tertentu yang merusak nama baik institusi, setidaknya pada akhirnya hubungan emosional tadi bisa 'menyelamatkan'," papar Sahat.
Polri pun disarankan tak segan atau malu belajar komunikasi publik dengan TNI Angkatan Darat (AD). Sebab Sahat menilai, di bawah kepemimpinan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andi Perkasa, informasi ke masyarakat dari salah satu matra TNI itu mampu dikelola dan didistribusikan dengan baik.
"Lihat saja YouTube TNI AD itu banyak menampilkan sisi-sisi humanis prajurit TNI. Citra prajurit militer yang keras, galak dan kesannya cenderung arogan di mata masyarakat, luntur seketika dengan begitu. Anda lihat ada di situ kisah tukang bangunan di Mabes AD jadi prajurit TNI yang dibuat berjilid-jilid, dan itu banyak ditonton atau disukai masyarakat," papar dia.
"Lalu ada misalnya prajurit TNI yang berganti jenis kelamin, dimana Jenderal Andika sampai memberikan atensi. Dan itu sekali lagi menjadi sorotan publik yang luar biasa. Nah begitu Kepolisian, sayangnya yang ramai ditonton masyarakat justru yang negatif, misalnya soal perselingkuhan yang sempat viral. Padahal kan banyak juga hal baik yang dilakukan aparat Polri, yang bisa diekspos," sambung Sahat.
Karenanya, Sahat memandang persoalan ini juga wajib menjadi perhatian Kapolri. Sebab, menurutnya cerminan polisi yang ideal, hanya bisa terbentuk melalui pembenahan yang bukan hanya di tingkat internal, tapi juga eksternal.
"Pembenahan internal bisa melalui program Presisi dan 16 program prioritas. Sedangkan pembenahan eksternal dilakukan dengan cara merubah persepsi publik. Cara pandang masyarakat ini berubah salah satunya bisa dilakukan dengan kerja-kerja pembentukan opini publik di media massa maupun media sosial atau dunia maya. Itu bukan hanya kerjaan intelkam," tandasnya.
Faisal 6444/Red/JMI
0 komentar :
Posting Komentar