sumber foto (tempo.id)
JAKARTA, JMI -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berharap PT Pertamina (Persero) mengendalikan volume penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi agar postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap terjaga.
"Tentu saya berharap Pertamina untuk betul-betul mengendalikan volumenya,
jadi supaya APBN tidak terpukul," ujar Menkeu Sri Mulyani seperti dikutip
dari Antara, Kamis (11/8).
Sri Mulyani mengatakan peningkatan volume penyaluran BBM bersubsidi yang di
luar kontrol dapat menyebabkan alokasi subsidi dan kompensasi energi melebihi
dari pagu anggaran APBN yang sebesar Rp502 triliun pada tahun ini.
"Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai Juli, tapi tagihannya nanti kalau
volumenya tidak terkendali akan semakin besar di semester dua," ujar Sri
Mulyani.
Pertamina mencatat penyaluran BBM jenis Pertalite hingga Juli 2022 sudah
mencapai 16,8 juta kiloliter (kl). Dengan itu, kuota BBM bersubsidi hanya
tersisa 6,2 juta kl dari kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kl pada tahun
ini.
Lalu Kementerian ESDM telah mengestimasikan volume penyaluran bisa mencapai 28
juta kl pada tahun ini.
Di sisi lain Sri Mulyani mengatakan kenaikan harga minyak di tingkat dunia dan
kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga dapat memberi tekanan
terhadap APBN.
"Ini berarti akan ada tambahan di atas Rp502 triliun yang sudah kita
sampaikan, belum harga minyak yang dalam APBN kita asumsikan US$100 per barel.
Kemarin pernah sampai US$120 per barel, jadi itu juga akan menambahkan,"
ujar Sri Mulyani.
Dengan itu pihaknya sedang membahas masalah ini bersama dengan Pertamina,
Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM. Pembahasan ini dalam upaya mencari
langkah-langkah untuk mengamankan rakyat, mengamankan ekonomi dan mengamankan
APBN.
Sebelumnya pemerintah telah merevisi subsidi dan kompensasi energi tahun ini
menjadi sebesar Rp502 triliun. Itu terdiri dari subsidi energi sebesar Rp208, 9
triliun, kompensasi energi sebesar Rp234, 6 triliun dan kurang bayar kompensasi
energi tahun 2021 sebesar Rp108, 4 triliun.
CNNI/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar