JAKARTA, JMI - Akses Partai
Golkar kepada Presiden Prabowo Subianto dirasa terhambat, lantaran sang
ketua umum (Ketum) Bahlil Lahadalia dipertanyakan loyalitasnya pada
pemerintahan saat ini.
Pengamat
Citra Institute Efriza menilai, isu musyawarah nasional luar biasa
(Munaslub) Golkar ditengarai sebagai langkah ketidakpuasan elite-elite
dan kader-kader partai berlogo pohon beringin Bahlil.
"Kemungkinan
besar dorongan untuk menggelar Munaslub Partai Golkar ini sebagai
manuver politik dari faksi-faksi internal yang merasa tidak terakomodir,
dibawah kepemimpinan Bahlil," ujar Efriza kepada RMOL, Senin, 10
Agustus 2025.
Membaca
pengalaman Golkar saat menyelenggarakan Munaslub sebelumnya, nama
Bahlil mengemuka sebagai calon ketum karena kedekatannya dengan Presiden
ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), bukan karena keinginan kader Golkar.
"Sehingga
banyak faksi internal tidak merasa punya ikatan struktural maupun
historis dengannya. Diyakini dukungan terhadapnya ketika itu lebih
bersifat eksternal dan simbolik," tuturnya.
"Munaslub
kala itu lebih menonjol untuk kepentingan mendukung pemerintahan
Jokowi, dan memungkinkan dalam tekanan dari pemerintahan saat itu,"
sambung Efriza.
Oleh
karena itu, magister ilmu politik Universitas Nasional (UNAS) itu
menduga, elite-elite dan kader-kader Golkar tidak sejalan dengan Bahlil
dengan arah politiknya di masa pemerintahan Presiden Prabowo.
"Sikap
Bahlil dan keputusannya sebagai Ketua Umum Golkar dan menteri di
Kabinet Merah Putih, dengan loyalitas yang tidak sepenuhnya kepada
Prabowo sebagai Presiden, maka bisa membahayakan bagi akses kekuasaan
Golkar terhadap pemerintahan saat ini," urainya.
"Sehingga,
ini momentum - ketika disinyalir adanya rasa kecewa pendukung Presiden
Prabowo di internal Golkar - karena keputusan-keputusan Bahlil dan
loyalitasnya kepada Jokowi sebagai pintu masuk wacana munaslub,"
demikian Efriza menambahkan.

0 komentar :
Posting Komentar