
JAKARTA, JMI - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kerugian negara di dalam kasus
dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun
lebih.
Angka
itu masih perhitungan awal dan KPK melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) dalam perhitungan kerugian negara di kasus ini.
"Hitungan
internal KPK namun sudah didiskusikan juga dengan teman-teman di BPK,
namun masih hitungan awal, tentu nanti BPK akan menghitung secara lebih
detail lagi. Jadi, angka yang didapatkan dari hitungan awal adalah lebih
dari Rp1 triliun," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah
Putih, Jakarta, Senin (11/8) petang.
Budi
menambahkan penyidik bakal mendalami pihak-pihak yang membuat pembagian
kuota haji tambahan sebesar 20.000 tidak sesuai aturan.
Berdasarkan
Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan
sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Kuota haji khusus terdiri atas jemaah haji khusus dan petugas haji khusus.
Lebihnya yakni 92 persen diperuntukkan untuk kuota haji reguler.
Tambahan
kuota haji sebanyak 20.000 seharusnya dibagikan untuk jemaah haji
reguler sebanyak 18.400 atau setara dengan 92 persen, dan kuota haji
khusus sebanyak 1.600 atau setara dengan 8 persen.
Dengan
demikian, seharusnya haji reguler yang semula hanya 203.320 akan
bertambah menjadi 221.720 orang. Sementara haji khusus yang semula
17.680 akan bertambah menjadi 19.280 orang.
"Di
situ ada pergeseran dari yang seharusnya 92 persen untuk haji reguler, 8
persen untuk haji khusus, karena ada pergeseran jadi 50:50 atau
10.000:10.000 tentunya ada pergeseran di situ," tutur Budi.
"Di
sini penyidik akan mendalami terkait dengan perintah-perintah penentuan
kuota tersebut dan juga aliran uang tentunya karena yang dikelola para
agen ini kita akan lihat apakah ada aliran uang ke pihak tertentu. Jika
ada siapa saja pihak-pihak tertentu itu, semuanya akan ditelusuri oleh
KPK," tandasnya.
KPK menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan.
Status tersebut diperoleh setelah KPK menggelar ekspose pada Jumat (8/8).
KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum dalam menangani kasus dugaan korupsi haji. Artinya, belum ada tersangka yang ditetapkan begitu Sprindik diteken. Pihak-pihak yang bertanggung jawab akan dicari dalam proses penyidikan berjalan.
"KPK menerbitkan Sprindik umum dengan pengenaan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Sabtu (9/8) dini hari.
Sejumlah pejabat dan mantan pejabat di internal Kementerian Agama serta agen perjalanan haji dan umrah sudah dimintai keterangannya oleh penyelidik KPK.
Di antaranya mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief, serta pegawai Kementerian Agama berinisial RFA, MAS, dan AM.
Kemudian Pendakwah Khalid Basalamah, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Muhammad Farid Aljawi dan Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri) Asrul Aziz.
Khusus Yaqut, ia menjalani proses klarifikasi selama sekitar 4 jam 45 menit, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/8).
Yaqut mulai menjalani klarifikasi sekitar pukul 09.30 WIB dan selesai pada 14.15 WIB.
"Alhamdulillah, saya berterima kasih akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu," kata Yaqut di Kantor KPK.

0 komentar :
Posting Komentar