![]() |
Ilustrasi |
"Jika ini berlarut-larut perpres tidak terbit akan ada dampak negatif untuk masyarakat dan anak didik. Ada pro dan kontra yang terus tumbuh di masyarakat," kata Susanto saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa, 15 Agustus 2017, seperti dilansir Kantor Berita Antara.
Meski meminta percepatan perpres sebagai bentuk kepastian, Susanto memberi catatan agar penerbitan perpres harus dikaji mendalam lagi. Dia menuturkan, jangan sampai perpres yang diterbitkan justru malah berisi tentang kewajiban sekolah agar menerapkan sekolah lima hari.
Sesuai rekomendasi KPAI, kata dia, perpres agar tidak bersifat mandatory atau wajib bagi sekolah untuk menerapkan lima hari sekolah. Melainkan, sekolah lima hari tersebut bersifat opsional atau pilihan bagi sekolah.
Dengan begitu, pihak sekolah dan orang tua siswa dapat memilih sistem sekolah seharian, atau setengah hari. Selain itu, dengan sifat opsional maka sistem pendidikan tentang hari sekolah akan tetap menjadi otonomi sekolah untuk menentukan lama waktu belajar selama satu pekan.
Susanto mengatakan presiden agar mengambil langkah cepat untuk meninjau ulang secepatnya sekolah lima hari yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Menurut dia, peraturan sekolah lima hari tersebut bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 51 ayat 1 yang berbunyi, "Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah."
Dalam UU Sisdiknas tersebut mengamanatkan otonomi sekolah untuk mengelola sistem pendidikannya sesuai kekhasan daerah masing-masing, terutama sesuai kebutuhan tumbuh kembang anak yang memiliki karakteristik yang beragam.
"Agar tidak ada penyeragaman sistem pendidikan di setiap sekolah karena memiliki kekhasannya sendiri-sendiri," kata dia.
PR/RED
0 komentar :
Posting Komentar