WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

200 Lebih WNI Pemetik Buah di Inggris Terkatung-Katung dan Terbelit Utang


Jakarta, JMI
- Lebih dari 200 pemetik buah asal Indonesia di Inggris telah meminta bantuan diplomatik karena menghadapi masalah kesulitan mendapatkan pekerjaan. Tidak hanya itu, para WNI itu juga ternyata hidup terkatung-katung di penampungan sementara dan terbelit utang hingga ratusan juta rupiah.

Dikutip dari The Guardian, Jumat (2/12/2022), lebih dari 200 pemetik buah asal Indonesia telah meminta bantuan diplomatik sejak Juli lalu. Media asal Inggris itu telah berbicara dengan pekerja asal Indonesia yang bekerja ke sebuah peternakan di Skotlandia dan memasok buah beri ke M&S, Waitrose, Tesco, dan Lidl.

Menurut pekerja asal Indonesia itu, pemetik buah dikirim kembali ke karavan jika mereka tidak bekerja dengan cepat sesuai target. Sementara, mereka memiliki utang yang besar untuk segera dilunasi.

Pihak Kedutaan Besar RI di London, tulis The Guardian, mengatakan bahwa jumlah sebenarnya orang yang mengalami masalah kemungkinan jauh lebih banyak lagi. Sebab, ada beberapa WNI yang mencari bantuan atas nama beberapa pekerja di perkebunan yang sama dan yang lainnya enggan untuk mendatangi kedutaan.

Masalah yang paling umum dilaporkan adalah kurangnya pekerjaan di perkebunan dan peternakan, terutama bagi mereka yang datang sangat terlambat pada musimnya. Beberapa orang bahkan belum dapat bekerja sampai musim panen selesai.

Visa pekerja musiman memungkinkan orang untuk datang ke Inggris selama enam bulan untuk bekerja. Meski demikian, pada periode tertentu, tidak ada jaminan mereka bisa mendapatkan pekerjaan.

Seorang WNI yang bekerja di Pertanian Castleton di Aberdeenshire sejak Juli lalu mengatakan, dia berulang kali dikirim kembali ke karavan setelah hanya beberapa jam memetik buah. Alasan pihak perkebunan, karena dia tidak dapat memenuhi target memetik buah.

Pekerja Indonesia tersebut mengatakan bahwa dia telah meminjam uang pada April lalu untuk membayar agen lokal di Indonesa lebih dari £ 4.650 atau hampir Rp 100 juta untuk bisa datang dan bekerja di Inggris.

WNI itu mengatakan, pekerjaan yang diberikan kepadanya di Skotlandia sangat sedikit sehingga di hanya mendapatkan upah sekitar £ 200 atau sekitar Rp 3,5 juta per minggu. Menurut dia, upah sebesar itu sangat kurang untuk bisa menyicil utangnya.

Dia akhirnya diberhentikan setelah dua bulan bekerja karena dinilai lambat dan mendapatkan tanda merah. Warga Indonesia itu lalu dipindahkan ke sebuah peternakan di Kent, namun pekerjaan di sana hanya berlangsung hingga awal November ini.

Untuk bisa bertahan hidup di Inggris, pria tersebut sampai memiliki utang lebih dari Rp 32 juta. Hingga kini dia mengaku belum juga mendapatkan pekerjaan.

Konsorsium Ritel Inggris mengatakan, supermarket yang membeli dari Castleton merasa prihatin dengan masalah ini dan sedang menyelidikinya sebagai hal yang mendesak. Ross Mitchell, Direktur Pelaksana Castleton Fruit, mengatakan, dia tidak dapat mengomentari kasus-kasus tertentu.

Dia hanya menegaskan bahwa peternakannya memiliki prosedur kedisiplinan, seperti yang dilakukan oleh semua pemberi kerja untuk menangani masalah terkait kinerja karyawan. Menurutnya, kesejahteraan pekerja adalah yang paling penting dan mempekerjakan hampir 1.000 orang setiap tahun, di antaranya lebih dari 70% kembali.

Mitchell mengatakan, ada 106 pekerja asal Indonesia di peternakannya sepanjang tahun ini dan 70 orang di antaranya masih bekerja sampai saat ini. Mereka rata-rata bekerja 41,81 jam dalam seminggu dengan gaji kotor mingguan rata-rata £ 450,68 atau sekitar Rp 8,7 juta.

Menurut Mitchell, peternakan khawatir tentang adanya biaya yang diminta oleh pihak ketiga atau agen. Yang jelas, dia mengandalkan agen yang disetujui melakukan uji tuntas untuk memastikan bahwa para pekerja tidak membayar biaya yang berlebihan.

Berdasarkan data The Guardian, lebih dari 1.450 warga negara Indonesia telah datang ke Inggris dengan visa pekerja musiman. Mereka dipasok oleh AG Recruitment, salah satu dari empat agensi Inggris yang memiliki lisensi untuk merekrut menggunakan skema tersebut.

Gangmasters and Labour Abuse Authority (GLAA) telah menyelidiki AG Recruitment di Indonesia sejak The Guardian mengungkapkan masalah ini pada Agustus lalu. Ketika itu, The Guardian melaporkan bahwa para pekerja harus berutang hingga £ 5.000 atau sekitar Rp 100 juta kepada broker asing ilegal untuk bekerja di Inggris selama satu musim.

AG membantah telah melakukan kesalahan dan mengatakan tidak tahu apa-apa tentang broker Indonesia yang menagih uang kepada calon pekerja.

 

Sumber: Beritasatu

Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Lapas Kelas llA Subang Gelar Peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan yang Ke 60 'Pemasyarakatan Berdampak'

Subang, JMI -  lembaga pemasyarakatan (Lapas) kelas llA Subang melaksanakan Upacara Peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan Ke-60 ...