WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Jelang Ajaran Baru, SMA Negeri 1 Banjarsari Diduga Minta Sumbangan Orang Tua Murid

Ciamis, JMI - Sumbangan yang tadinya hanya bersifat suka rela, tidak mengikat, tiba-tiba berubah menjadi wajib, terikat dengan jumlah dan waktu pembayaran. Bagi yang tidak membayar, hak akademiknya dibatasi dengan tidak boleh ikut ujian, atau rapornya ditahan, hal itu sering sering dibahas berbagai media massa, hal itu pula yang senantiasa dilaporkan masyarakat ke beberapa lembaga.

Setiap tahun, layanan pendidikan adalah substansi layanan publik yang paling banyak dilaporkan masyarakat,sebagian besar mengenai permintaan dana pendidikan atau pungutan liar (pungli) oleh komite sekolah atau satuan pendidikan.

Pungli kemudian menjadi momok dalam dunia pendidikan kita. Biasanya terjadi di awal tahun ajaran dimana proses belajar mengajar di satuan pendidikan baru saja dimulai.

Awal tahun ajaran, sekolah akan dihadapkan pada problem pendanaan pendidikan. Dalam rapat komite, biasanya akan ada penjelasan dari satuan pendidikan atau komite bahwa keuangan sekolah dari pemerintah tidak cukup, maka perlu tambahan pendanaan pendidikan. Perlu partisipasi orang tua guna menutupi anggaran program sekolah yang telah dibuat.

Dari kondisi inilah muncul inisiatif untuk menggalang dana pendidikan dari orang tua. Sayangnya, bentuknya adalah pungutan, bukan sumbangan atau bantuan. Padahal, sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, komite hanya diberikan kewenangan menggalang dana dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.

Seperti halnya di SMA Negeri 1 Banjarsari Kabupaten Ciamis. Dengan alasan bantuan pemerintah yang bersumber dari DAK untuk rehabilitasi ruang kelas tidak mencukupi, sehingga pihak sekolah dan komite mengundang orang tua murid yang akhirnya muncul bahasa sumbangan, namun bagi orang tua murid itu bukan sumbangan tapi pungutan karena ditentukan nominal dan waktunya.

"Bahasa itu bagi kami sudah biasa yang dilakukan di sekolah setiap menginjak tahun ajaran baru," katanya singkat seraya berharap jangan ditulis jati dirinya.

"Bagi saya orang yang pas-pasan bingung hanya bisa mengelus dada, kemana saya harus mengadu agar anak saya yang sedang mengenyam pendidikan disini tidak merasa malu karena orang tuanya tidak bisa memberikan sumbangan ke sekolah,"keluhnya.

Inilah dalil untuk menegaskan adanya pungli atau tidak, karena sederhananya pungli adalah setiap penarikan atau penggalangan dana dari masyarakat yang tidak ada dasar hukumnya. Lalu, apa sebenarnya perbedaan sumbangan, pungutan dan bantuan ?

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (5) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.

Sebaliknya, pungutan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (4) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan. Jadi, berbeda dengan sumbangan yang bersifat sukarela, pungutan sebaliknya bersifat wajib dan mengikat.

Sementara, bantuan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, menyebutkan bahwa bantuan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Intinya, pemberian dana dari pihak luar, bukan orang tua/wali murid serta pihak masih terkait dengan sekolah.

Jadi, perbedaan sumbangan, pungutan dan bantuan cukup jelas dan tegas. Dan seperti dijelaskan di atas, komite hanya dapat menggalang dana dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bukan pungutan sehingga beberapa orang tua murid yang ditemui JURNAL MEDIA Indonesia berharap hasil kesepakatan Rp.1 Juta, 800 Ribu dan 500 Ribu agar di kaji ulang.

Sementara itu, Kepala SMA Negeri 1 Banjarsari Drs.H.Mochamad Solehudin.M.Pd yang diwakili Ade Saefuloh.S.Pd,Fis. mengakui dengan adanya musyawarah orang tua murid dengan pihak sekolah mengingat adanya bantuan pemerintah dari DAK untuk rehabilitasi ruang sekolah.

"Pada waktu itu memang betul kami mengundang orang tua murid untuk musyawarah dengan adanya bantuan pemerintah untuk rehab ruang kelas, dan hasilnya sepakat bahwa orang tua murid siap memberikan sumbangan karena ada yang harus kami penuhi," jelasnya.

Dana sebesar 129 000.000 X 2 dari sumber DAK yang di alokasikan untuk rehabilitasi dua ruang kelas SMA Negeri 1 Banjarsari menurut mereka di bilang cukup, karena pemerintah memberikan dana sebesar itu dan untuk pembangunan tersebut tidak mungkin merugikan pihak sekolah, apalagi bangunan tersebut masih kokoh dan layak pakai.

Ketika JMI melihat, jelas matrial bekas yang diturunkan dari bangunan tersebut rapih tersimpan dibelakang salah satu ruang belajar, dan genteng sedang di cuci sepertinya akan dipakai lagi. Salah satu pekerja bangunan mengatakan, matrial tersebut memang masih layak pakai.

"Saya hanya pekerja, walaupun dalam hati berkata beda. Coba kita lihat, matrial kayu ini kan masih bisa di pakai, kenapa harus di ganti,"katanya singkatnya.

 

Pewarta: Eko

Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Ormas Pejuang Marhaenis PMN Kabupaten Grobogan Serahkan SK PKK Ke-19 Kecamatan

GROBOGAN, JMI - Ormas Pejuang Marhaenis Nusantara Kabupaten Grobogan mengadakan rapat koordinasi (Rakor) serta penyerahan Surat...