
Foto: REUTERS/Carlos Barria//File Photo
WASHINGTON DC, JMI — Dunia kembali diguncang oleh pertukaran retorika panas antara para tokoh utama di panggung geopolitik global. Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan bahaya pecahnya Perang Dunia III, sebagai respons terhadap komentar pedas Presiden Amerika Serikat ke-47, Donald Trump, yang menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai “gila” akibat serangan mematikan di Ukraina.
Komentar tersebut disampaikan Trump melalui platform media sosialnya, Truth Social, pada Minggu (25/5/2025). Dalam unggahannya, Trump mengkritik keras tindakan militer Rusia yang baru-baru ini menyebabkan tewasnya 13 warga sipil Ukraina.
“Ia benar-benar gila. Membunuh banyak orang tanpa alasan,” tulis Trump, menyebut bahwa tanpa kehadirannya, Rusia akan menghadapi “bencana yang jauh lebih besar”.
“Putin sedang bermain api!” tambahnya, memperingatkan bahwa tindakan sembrono Presiden Rusia dapat memicu konsekuensi besar.
Medvedev Balas Ancaman: “Perang Dunia III adalah Sesuatu yang Sangat Nyata”
Tak butuh waktu lama, Dmitry Medvedev salah satu loyalis paling vokal dalam lingkaran dalam Putin membalas pernyataan Trump dengan ancaman tajam. Melalui pernyataan resminya, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia itu memperingatkan bahwa retorika Trump dapat membuka jalan menuju konflik global.
“Saya hanya tahu satu hal yang benar-benar buruk Perang Dunia Ketiga. Saya harap Trump memahaminya!” ujar Medvedev.
Pernyataan Medvedev langsung menyulut respons keras dari pejabat Amerika. Keith Kellogg, perwakilan khusus AS untuk Ukraina, menyebut ancaman Medvedev sebagai bentuk “penyebaran ketakutan” yang tidak pantas datang dari pemimpin negara adidaya.
“Menebar ketakutan soal Perang Dunia III adalah komentar sembrono dari @MedvedevRussia,” tulis Kellogg di akun X miliknya. “Presiden Trump sedang bekerja untuk menghentikan perang ini dan mengakhiri pertumpahan darah. Kami masih menunggu dokumen resmi dari Rusia yang dijanjikan seminggu lalu. Gencatan senjata sekarang!”
Di Balik Ketegangan, Diplomasi Masih Hidup
Meskipun atmosfer hubungan Rusia-AS terlihat semakin panas, sinyal diplomasi tampaknya belum sepenuhnya padam. Dalam sebuah langkah langka dan mencolok, dua pejabat Kedutaan Besar AS terlihat menghadiri forum keamanan internasional di Moskwa pada Rabu (29/5/2025). Eric Jordan (Konselor Urusan Politik dan Ekonomi) dan Jeremy Ventuso (Sekretaris Kedua) menjadi perwakilan pertama AS yang hadir dalam forum semacam itu sejak pecahnya invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 2022.
Dalam pidato pembukaannya, Presiden Vladimir Putin menegaskan bahwa kebijakan keamanan Rusia, termasuk strategi militernya di Ukraina, “tidak akan berubah” dan tetap berakar pada prinsip-prinsip fundamental geopolitik Rusia.
Menurut Sam Greene, analis politik Rusia dari King’s College London, kehadiran delegasi AS mencerminkan bentuk diplomasi diam-diam yang mungkin diatur dari balik layar oleh pemerintahan Trump.
“Ini semacam isyarat goodwill berbiaya rendah. Kehadiran fisik tidak selalu berarti perubahan besar, tapi menunjukkan bahwa Washington masih menjaga jalur komunikasi terbuka dengan Moskwa,” kata Greene.
Ancaman Global di Ujung Lidah
Pernyataan-pernyataan yang saling mengancam ini kembali mengingatkan dunia pada masa-masa paling tegang di era Perang Dingin, ketika satu kalimat dari pemimpin negara adidaya bisa memicu lonjakan ketegangan global. Ancaman Perang Dunia III, yang secara terbuka dilontarkan oleh Medvedev, tidak hanya mengejutkan, tetapi juga membayangi upaya perdamaian yang masih rapuh di kawasan Eropa Timur.
Saat dunia mencermati setiap kata dari para pemimpin, banyak pihak mendesak agar retorika keras tidak menggantikan upaya diplomasi dan negosiasi damai. Ketika perbincangan tentang gencatan senjata masih berlangsung, langkah-langkah konkret seperti kehadiran delegasi AS di Moskwa menjadi sinyal bahwa harapan untuk solusi damai, meskipun tipis, belum sepenuhnya padam.
Sumber: KOMPAS.com
Editor: Kurnia Sapri
0 komentar :
Posting Komentar