![]() |
|
Ilustrasi tanah kosong. Ormas duduki
lahan negara milik BMKG di Tangsel.(KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO) Ilustrasi tanah kosong. Ormas duduki lahan negara milik BMKG di Tangsel.(KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO) Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ormas Sempat Minta Rp 5 Miliar untuk Tarik Massa dari Lahan 12 Hektar Milik BMKG", Klik untuk baca: https://megapolitan.kompas.com/read/2025/05/23/09325151/ormas-sempat-minta-rp-5-miliar-untuk-tarik-massa-dari-lahan-12-hektar. Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6 Download aplikasi: https://kmp.im/app6 |
Jurnal Media Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
melaporkan dugaan pendudukan lahan negara oleh sebuah organisasi masyarakat
(ormas) ke Polda Metro Jaya.
Dalam laporan tersebut, BMKG
mengungkapkan bahwa ormas yang menduduki aset negara di Kelurahan Pondok
Betung, Tangerang Selatan, bahkan meminta uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar
sebagai syarat untuk menarik massa dari lokasi.
"BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap ormas yang tanpa hak menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG," ujar Plt.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, dikutip dari Antara, Kamis (22/5/2025).
Tanah seluas
127.780 meter persegi atau sekira 12 hektar yang diduduki ormas tersebut
merupakan milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung
Tahun 2003.
BMKG menyebutkan bahwa kepemilikan ini telah sah secara hukum, dikuatkan oleh
putusan Mahkamah Agung Nomor 396 PK/Pdt/2000 dan beberapa putusan pengadilan
lain yang berkekuatan hukum tetap.
Namun, sejak pembangunan Gedung Arsip BMKG dimulai pada November 2023, proyek
itu terusik oleh sekelompok oknum yang mengaku sebagai ahli waris, serta
didukung massa dari ormas tersebut.
Mereka memaksa penghentian konstruksi, menarik alat berat keluar dari lokasi, dan menutup papan proyek dengan klaim kepemilikan pribadi.
Lebih dari itu, ormas tersebut dilaporkan mendirikan pos dan menempatkan anggotanya secara permanen di lahan BMKG.
Sebagian area bahkan telah disewakan ke pihak ketiga, dan berdiri sejumlah bangunan semipermanen di atasnya. Meski memiliki landasan hukum yang kuat, BMKG tetap mencoba menyelesaikan sengketa secara persuasif.
Koordinasi dilakukan mulai dari tingkat RT/RW hingga kepolisian, termasuk pertemuan langsung dengan ormas dan pihak yang mengaku ahli waris.
Namun, pendekatan tersebut tidak
membuahkan hasil. Dalam salah satu pertemuan, pimpinan ormas menuntut
kompensasi Rp5 miliar sebagai syarat untuk menghentikan pendudukan dan menarik
massa dari lokasi.
BMKG menilai permintaan ini sebagai tindakan yang merugikan negara karena proyek pembangunan arsip bersifat multiyears dengan durasi kontrak selama 150 hari kalender sejak 24 November 2023.
Gedung Arsip BMKG memiliki peran penting sebagai pusat penyimpanan catatan resmi kebijakan, keputusan, dan dokumen penting lainnya.
Fasilitas ini mendukung akuntabilitas, audit, keterbukaan informasi publik, serta transparansi kelembagaan. "Fasilitas ini mendukung akuntabilitas dan transparansi BMKG sebagai institusi pemerintah," ujar Taufan.
BMKG berharap pihak kepolisian segera melakukan penertiban agar proyek strategis ini bisa kembali berjalan, serta menjamin keamanan dan pemanfaatan aset negara secara sah dan optimal
Sumber: KOMPAS.com

0 komentar :
Posting Komentar