Nunukan, Jurnal Media Indonesia – Di tengah semangat memajukan pertanian organik nasional, beras adan—komoditas khas dari wilayah Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara—kembali menyita perhatian publik dalam peringatan Hari Pertanian Organik (HPO) ke-8 yang digelar pada 11–14 Juni 2025 di Tanjung Karya, Krayan Barat. Ironisnya, meski digemari pasar luar negeri seperti Malaysia dan Brunei, beras adan justru kesulitan menembus pasar domestik.
Dari 89 desa di wilayah Krayan, sekitar 80% produksi beras adan justru diekspor ke negeri tetangga. Harga jual di pasar ekspor pun menggiurkan bisa mencapai Rp 35.000 per kilogram, jauh di atas harga lokal yang berada di kisaran Rp 25.000.
“Orang Malaysia dan Brunei datang langsung ke desa-desa untuk membeli dan mengangkut sendiri beras adan. Transportasinya jauh lebih mudah dibandingkan kirim ke Tarakan atau kota-kota Indonesia lainnya,” ujar Camat Krayan Barat, Dawat Udan, Kamis (12/6).
Kendala Transportasi: Impor Lebih Murah dari Distribusi Domestik
Kendala utama terletak pada tingginya ongkos distribusi menuju wilayah Indonesia lainnya. Beras dari Krayan harus diangkut menggunakan pesawat ke Tarakan—itu pun hanya mampu membawa maksimal 800 kilogram per penerbangan. Alternatif darat nyaris mustahil, mengingat kondisi jalan nasional, provinsi, dan kabupaten yang rusak berat, apalagi saat musim hujan.
“Kalau ongkos bisa diturunkan, mungkin beras adan bisa lebih diminati di Indonesia. Tapi dengan ongkos sekarang, harga jualnya jadi tidak masuk akal untuk konsumen lokal,” kata Dawat.
Beras adan bahkan lebih mudah didapatkan di pasar Sabah, Malaysia, ketimbang di Samarinda atau Jakarta. Ini mencerminkan paradoks logistik nasional yang belum mampu menyambungkan kekayaan pangan lokal ke pasar domestik secara efisien.
Pertanian Organik Warisan Leluhur
Daya tarik beras adan bukan hanya soal rasa dan aroma. Padi ini ditanam secara organik, tanpa pupuk kimia, dan mengandalkan pupuk kandang dari kerbau. Tradisi ini merupakan warisan pertanian berkelanjutan nenek moyang masyarakat Krayan.
Namun, praktik organik ini kini menghadapi ancaman serius populasi kerbau menurun. Banyak kerbau dijual ke Malaysia, biasanya untuk keperluan adat seperti pernikahan. Jika tren ini terus berlanjut, pasokan pupuk alami bisa terganggu, dan keberlanjutan pertanian organik Krayan pun terancam.
“Kami minta pemerintah bantu pembentukan kelompok tani kerbau agar populasi tetap terjaga,” pinta Dawat.
Perlu Dukungan Nyata, Bukan Sekadar Simbolik
HPO ke-8 di Krayan kali ini dihadiri lebih dari 2.400 peserta, termasuk 900 tamu dari seluruh desa, perwakilan Asosiasi Organik Indonesia, serta Wakil Bupati Nunukan. Namun euforia itu belum cukup jika tidak diikuti dengan dukungan nyata dari pemerintah pusat dan daerah.
Dawat menegaskan, keberhasilan pertanian organik seperti beras adan memerlukan intervensi strategis, termasuk subsidi transportasi, perbaikan infrastruktur jalan, dan kebijakan pemasaran yang berpihak pada produk lokal.
“Beras adan jangan hanya jadi ikon ekspor. Kami ingin beras ini juga bisa dibanggakan dan dikonsumsi masyarakat Indonesia sendiri,” pungkasnya.
Sumber: detiknews
Editor: Kurnia Sapri
0 komentar :
Posting Komentar