Jakarta, JMI - Asosiasi nelayan menanggapi terkait rencana Presiden Prabowo Subianto yang berniat membangun sebanyak 1.100 Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) hingga 2027. Asosiasi nelayan pun meminta agar pemerintah tidak hanya membangun infrastruktur saja dalam program tersebut.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengakui program tersebut dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Kendati begitu, keberhasilan program KNMP tergantung pada lokasi yang dipilih.
"Sebenarnya sangat bergantung pada lokasinya. Ada yang sangat bermanfaat, ada yang kurang. Seperti yang saya katakan, selama ini pendekatan yang digunakan hanya pada sisi infrastruktur saja. Manfaat sosial dan ekonominya bagi nelayan perlu ditingkatkan," kata Dani, Jumat (13/6/2025).
Dani menerangkan pembangunan kampung nelayan tidak cukup hanya pakai
indikator-indikator ekonomi saja. Menurut dia, harus mencakup indikator lain
seperti peningkatan kapasitas dan kapabilitas warga, kontrol terhadap sumber
daya, partisipasi dalam perumusan kebijakan terkait kampung pesisir.
Program KNMP memang menawarkan fasilitas lengkap, dari SPBUN, tempat pelelangan
ikan, cold storage, hingga sentra kuliner. Namun, fakta menunjukkan bahwa
kemandirian tidak tumbuh dari fasilitas, melainkan dari kontrol komunitas atas
produksi dan distribusi ekonomi.
"Tanpa pembagian manfaat yang adil dan kontrol komunitas atas asset dan
sumber daya ekonomi, KNMP hanya akan menjadi pabrik ketergantungan baru. Kita
harus memastikan agar lembaga-lembaga ekonomi rakyat, seperti Koperasi atau
BUMDes harus benar-benar dimiliki kontrol dalam pengelolaan aset-aset produktif
di kampung nelayan sehingga manfaatnya tersebar merata. Aset produksi tidak
boleh jatuh ke dalam model ekonomi ekstraktif yang hanya mengalirkan sumber
daya ekonomi keluar wilayah pesisir," terang Dani.
Kemudian, perlunya kedaulatan politik nelayan. Dani menyebut diperlukan
penegasan mekanisme pelibatan komunitas secara sistematis dan mengikat. Hal ini
dapat didorong kepada pemerintah daerah untuk mengikutsertakan organisasi
nelayan, kelompok perempuan, dan tokoh adat dalam pengambilan keputusan.
"Pembangunan pesisir tanpa partisipasi yang
bermakna dari komunitas, hanya akan memperluas ketimpangan dan delegitimasi
sosial terhadap negara. Rakyat di kampung nelayan bukan hanya objek
pembangunan, melainkan subjek politik yang memiliki hak atas ruang, skema
pendanaan, dan agenda-agenda pembangunan. Tanpa mekanisme deliberatif,
pembangunan kampung rentan dipolitisasi atau diseragamkan secara nasional tanpa
mempertimbangkan konteks lokal," imbuh Dani.
Lebih lanjut, perlunya menetapkan indikator lingkungan sebagai ukuran
keberhasilan. Dani menilai Infrastruktur dibangun di wilayah-wilayah pesisir
yang sangat rentan terhadap krisis ekologis, mulai dari abrasi, polusi plastik,
hingga kerusakan terumbu karang. Menurut Dani, ekonomi pesisir hanya akan hidup
jika lingkungannya pulih.
"Kita tidak bisa menukar pembangunan jangka pendek dengan krisis ekologis
jangka panjang. Pembangunan infrastruktur harus didahului dengan kajian dampak
lingkungan partisipatif (AMDAL partisipatif). Dan juga pengelolaan kawasan
harus terintegrasi dengan upaya restorasi mangrove, pengurangan emisi, dan
perlindungan zona tangkap tradisional," jelas dia.
Sumber: detiknews

0 komentar :
Posting Komentar