WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Kisah Para TKI Membangun Sekolah di Banyuwangi

Salah satu bangunan SMP NU Terpadu Baitussalam yang didirikan oleh
tenaga kerja Indonesia di Taiwan yang tergabung dalam komunitas
Warga Muslim Indonesia-Taiwan Ikatan Keluarga Banyuwangi.
Banyuwangi, JMI - Impian para tenaga kerja Indonesia asal Banyuwangi telah terkabul dengan berdirinya SMP NU Terpadu Baitussalam di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Beberapa bulan lagi, harapan selanjutnya akan terwujud dengan lulusan perdana dari sekolah yang mereka biayai tersebut.

Sekolah yang terletak di Desa Tampo, Kecamatan Cluring, itu dibangun sejak 2012. Setahun kemudian, murid-murid angkatan pertama mulai menempuh studi di sana. Kini, ada 157 siswa di sekolah tersebut.

Sekolah dan yayasan panti asuhan itu dibangun berkat jerih payah para TKI asal Banyuwangi yang mencari nafkah di Taiwan.

"Mereka menyisihkan uang dari gaji, lalu dikumpulkan dan diwujudkanlah sekolahan ini," kata Krisna Hadi, Ketua Warga Muslim Indonesia-Taiwan Ikatan Keluarga Banyuwangi, kepada Kompas.com, Selasa (16/2/2016). Krisna sendiri pernah 6 tahun bekerja di Taiwan.

Pembangunan sekolah tersebut muncul dari semangat para Pahlawan Devisa untuk membangun kampung halaman mereka di wilayah ujung tenggara Jawa Timur tersebut.

Pada mulanya, para TKI di Taiwan mengumpulkan dana sekitar Rp 25 juta. Dana itu dikirim ke Banyuwangi untuk pembuatan fondasi bangunan sekolah. Lahan untuk sekolah itu merupakan hibah dari pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

Pada awal pembangunan, para TKI bisa mengirim hingga Rp 100 juta ke Banyuwangi. Tidak sampai dua tahun, dua bangunan utama dan sebuah mushala sudah berdiri megah.

Di bagian belakang, lahan dikembangkan untuk asrama putri. Total nilai bangunan, kata Krisna, sudah lebih dari Rp 1 miliar.

Bangunan tersebut berada di atas lahan seluas 6.500 meter persegi, sedangkan pembangunan dilakukan bersama-sama dengan para santri dan warga sekitar. Guru-guru di sana merupakan alumni dari pondok pesantren.

Selain untuk membiayai pembangunan gedung, dana yang mereka kumpulkan juga digunakan untuk membiayai operasional sekolah, pendidikan siswa yatim piatu secara gratis, termasuk biaya hidup siswa selama tinggal di pondok pesantren.

"Untuk siswa yatim piatu gratis semuanya, sedangkan untuk yang kurang mampu mereka membayar semampu mereka. Tidak ada paksaan," kata Krisna.

Para siswa wajib tinggal di pondok pesantren. Mereka mengikuti sekolah formal pada pagi hingga siang. Pada sore sampai malam, mereka belajar agama.
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Prof H Amran Suadi Optimis Kaspudin Nor Lolos Menjadi Dewas KPK

JAKARTA, JMI – Sebanyak 146 calon Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dinyatakan lolos pada seleksi admi...