Industri Keramik Gantungin Nasib Pada Proyek Besar
JURNALMEDIAIndonesia.com - Pengusaha keramik berharap semester dua tahun ini penjualan bisa moncer. Saat ini, industri keramik sangat bergantung dari proyek-proyek besar pemerintah dan swasta karena di tingkat eceran penjualan anjlok.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengakui salah satu faktor yang membuat industri keramik lesu adalah daya beli. "Sekarang proyek sudah mulai normal pembangunan apartemen semakin banyak saya melihat ini adalah peluang bagi industri," tuturnya pada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia pun mengaku berat untuk memasang target sampai akhir tahun ini. "Bisa tumbuh setidaknya 9 persen sudah syukur. Penopang utama dari industri saat ini tidak lain hanya dari sektor properti," ungkapnya.
Ia memperkirakan, permintaan keramik di pasar domestik tahun ini sulit untuk tumbuh dua digit dibanding tahun lalu. "Pengerjaan proyek sekarang ini telah berjalan permintaan mulai datang mudah-mudahan kita bisa tumbuh," terangnya.
Ia yakin, keramik lokal lebih baik dari keramik impor. Dia juga menyarankan keramik dalam negeri bisa bersaing dengan keramik luar di negara lain. "Kondisi seperti ini bagi industri perlu melakukan ekspor," ucapnya.
Dia menegaskan, beberapa produsen keramik lokal juga sudah menggenjot ekspor keramik lantaran dalam negeri sedang lesu. "Keramik khas buatan Indonesia telah mendapat pengakuan dari negara luar. Bahkan pesanan dari negara-negara Asean tidak pernah berhenti," ungkapnya.
Ia juga berharap pemerintah bisa membantu mendorong pertumbuhan industri keramik dari sektor energi. Menurutnya, ekspor keramik bisa semakin terdongkrak bila harga produk di negara tujuan bisa semakin kompetitif. "Pemerintah perlu memastikan struktur biaya yang ditanggung industri semakin efisien," tukasnya.
Vice President Director PT Asri Pancawarna Hendrata Atmoko berharap, mendapat berkah dari proyek infrastruktur pemerintah. Dia mengaku untuk saat ini perusahaan tidak bisa mengandalkan pendapatan yang hanya ditargetkan dari konsumsi rumah tangga atau eceran.
"Kita berharap mendapatkan pemesanan yang besar misalnya dari tender infrastruktur pemerintah," ujar Hendrata.
Dia mengaku, saat ini daya beli masyarakat untuk keramik memang tidak sebaik tiga atau empat tahun lalu. Makanya perusahaan bergantung pada proyek besar. "Kita merasakan memang minat masyarakat untuk membeli keramik sekarang tidak besar," katanya.
Ia mengatakan, mulai maraknya pembangunan properti dari pihak swasta seperti hotel dan apartemen sejak masuk kuartal II tahun ini menjadi salah satu harapan perusahaan untuk bangkit. Jika sepanjang awal tahun pesanan swasta sulit, Hendrata yakin tender mulai berjalan baik hingga akhir tahun 2017. "Kita harus optimistis semester II tender pengadaan bisa lancar, jadi semester II benar-benar bisa naik," kata Hendrata.
Ia mengungkapkan, keramik jenis granit yang dibuatnya memang tergolong mewah. Dengan bahan dasar dan ongkos produksi yang tinggi dia mengaku tidak bisa membanting harga demi menarik konsumen.
Dia meminta pemerintah untuk mengurangi produk impor buatan Cina. Hendrata berharap produk lokal bisa diserap dan lebih diminati bangsa sendiri meski harga lebih tinggi tapi kualitas tetap Indonesia lebih baik.
"Konsumen berkurang ditambah ada produk impor ini masalah juga, granit yang dijual murah di pasar domestik itu sebagian besar adalah impor yang kebanyakan dari Cina," ungkapnya.
Dia menyebut peredaran keramik impor khususnya dari China sudah lebih dari 30 persen. Kondisi ini diharapkan jadi perhatian pemerintah, agar industri lokal bisa semangat maka proyek jangan lagi pakai buatan China.
Sekretaris Perusahaan PT Keramika Indonesia Assosiasi Tbk Verawaty Trisno Hadijanto menambahkan, bahwa industrinya dihantui oleh keramik impor yang makin gencar. "Saya tidak tahu pastinya tapi memang keramik impor juga menjadi ancaman juga bagi industri lokal," ucapnya.
Dia melanjutkan, di tengah sulitnya menarik minat konsumen seharusnya pengembang swasta dan pemerintah bisa menggunakan keramik buatan lokal. Verawaty berharap besar sektor properti dapat menggeliat pada semester II-2017. "Penjualan tergantung dari banyak sektor tapi yang paling mendasar itu properti kami merasa belum baik sampai sekarang belum ada perbaikan," katanya.
Untuk itu, guna mengantisipasi minimnya permintaan produk keramik, saat ini KIASakan melakukan efisiensi. Terutama efisiensi dalam hal energi. Pasalnya, energi gas, menjadi salah satu cost terbesar dalam produksi keramik.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengakui bahwa industri keramik nasional mengalami penurunan. Kapasitas produksi keramik nasional yang mencakup ubin, tableware, sanitary, dan genteng (roof tile) mencapai 580 juta meter persegi sementara utilitasnya hanya 65 persen atau sekitar 375 juta meter persegi setiap tahun.
Namun demikian, Menperin melihat industri keramik nasional masih bisa tumbuh mengingat permintaan keramik per kapita Indonesia baru 200 meter persegi atau masih lebih rendah daripada permintaan rata-rata di ASEAN yang mencapai 300 meter persegi. "Apalagi dengan adanya proyek infrastruktur, baik kawasan industri maupun perumahan ini bisa menjadi penggerak bagi industri ini," kata dia.
0 komentar :
Posting Komentar