Jakarta, JMI - Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI),
Henry Najoan, mengatakan saat ini Industri Hasil Tembakau (IHT) legal terus
mengalami keterpurukan akibat banyaknya aturan yang menekan sektor industri
tersebut. Akibatnya banyak usaha di bidang tembakau yang diperkirakan akan
gulung tikar.
Henry menjelaskan saat ini di Indonesia terdapat berbagai aturan pembatasan dan
larangan bagi IHT, di mana setidaknya ada 446 regulasi yang mengatur IHT dengan
rincian 400 regulasi berbentuk kontrol atau pengendalian (89,68%), 41 regulasi
yang mengatur soal CHT (9,19%), dan hanya 5 regulasi yang mengatur isu ekonomi
atau kesejahteraan (1,12%).
Terbaru, saat ini pemerintah tengah berencana untuk mengesahkan Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, sebagai aturan turunan dari Undang-Undang
(UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Jika RPP tetap diputus dengan draf yang beredar saat ini, maka akan
berpengaruh buruk bagi iklim usaha IHT. Banyaknya larangan terhadap IHT,
seperti bahan tambahan atau pembatasan TAR dan nikotin, akan membuat anggota
GAPPRI gulung tikar," kata Henry dalam keterangan resminya, Selasa
(21/5/2024).
Untuk itu, GAPPRI bersama pemangku kepentingan di industri tembakau lainnya
sepakat meminta pemerintah untuk memisahkan regulasi produk tembakau dari
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, sebagai aturan turunan dari
Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Di luar itu, Henry juga berharap agar segmentasi aturan penjualan rokok
konvensional dan rokok elektrik untuk diperinci lebih jauh. Sebab menurutnya
kedua jenis rokok tersebut memiliki ekosistem yang berbeda, serta rokok
konvensional mayoritas menggunakan bahan baku dalam negeri (TKDN).
"(Aturan tembakau) RPP Kesehatan agar tidak terburu-buru disahkan. Kami
berharap pemerintah mengajak semua pihak yang terlibat dalam penyusunan RPP
(Kesehatan), sehingga menghasilkan RPP yang matang dan menjadi kesepakatan
semua pihak. Sebagai perbandingan, PP 109/2012, butuh tiga tahun untuk
mendapatkan draf yang sebagaimana berlaku sekarang," pungkasnya.
Sebagai tambahan informasi, Henry mengatakan saat ini industri tembakau dalam
negeri tengah menghadapi tekanan yang cukup berat akibat banyaknya tekanan
aturan. Menurutnya kondisi ini terlihat dari realisasi penerimaan Cukai Hasil
Tembakau (CHT) 2023 yang tidak memenuhi target, yakni Rp 213,48 triliun atau
91,78% dari target APBN.
Karena itu juga Henry mengaku pihaknya pesimis target CHT tahun 2024, yang
sebesar Rp 230,4 triliun atau naik 5,08% dibandingkan target tahun sebelumnya,
bisa terpenuhi. Sebab hingga April 2024 saja, penerimaan CHT tercatat masih
minus sebesar 7,3% dibandingkan periode yang sama secara tahunan (year on
year).
sumber: detik
0 komentar :
Posting Komentar