WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Gunung Puyuh, Kawasan di Sumedang yang Konon Jarang Terguncang Gempa


Sumedang JMI
, Gempa mengguncang beberapa daerah di Jawa Barat belakangan ini. Namun, salah satu daerah di Sumedang yang konon tak pernah terkena guncangan gempa.

Kawasan tersebut yakni Komplek Pemakaman Gunung Puyuh yang terletak di Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan, Jawa Barat. Fenomena ini bahkan sudah mahsyur bagi warga Sumedang.

Sanusi (81), warga di sekitar komplek pemakaman Gunung Puyuh menuturkan, kawasan tempatnya tinggal memang jarang terguncang gempa. Termasuk saat gempa yang mengguncang Cianjur dan Garut belum lama ini. Sanusi sendiri tinggal di sebuah rumah yang paling dekat dengan komplek pemakaman Gunung Puyuh.

"Waktu saat gempa Cianjur dan Garut kemarin, ke sini mah sama sekali tidak terasa ada guncangan," ungkap Sanusi, Selasa (6/12/2022).

Sanusi menuturkan kawasan Gunung Puyuh memang sudah tersohor jadi kawasan yang jarang terguncang gempa. Meskipun, dirinya juga tak memahami lebih dalam fenomena tersebut.

"Memang di sini jarang ada gempa tapi kalau ditanya sebabnya apa, saya juga tidak tahu kenapa hal itu bisa terjadi," terang Sanusi yang telah tinggal di kawasan Gunung Puyuh sejak tahun 1956.

Ia bahkan masih mengingat saat gempa dahsyat menimpa Sumedang pada 1955. Kala itu, saat sejumlah titik di Sumedang mengalami beberapa kerusakan bangunan, namun tidak demikian halnya di kawasan Gunung Puyuh.

"Dulu saat gempa Sumedang kalau di kotanya, beberapa bangunan banyak yang mengalami kerusakan tapi di kawasan Gunung Puyuh sendiri hanya merasakan guncangan kecil," tutur Sanusi yang kala itu berusia sekitar 14 tahun.

Cerita serupa diungkapkan oleh Kusnadi (55) yang tidak lain anak ketiga dari Sanusi. Selama tinggal di kawasan Gunung Puyuh, Kusnadi mengaku baru pertama kali merasakan guncangan gempa pada saat terjadi gempa dan tsunami di Pangandaran pada 2006.

"Saat terjadi gempa dan tsunami Pangandaran baru ke sini terasa, tapi guncangannya terhitung kecil tapi memang pada saat itu terasa sampai sini," terangnya.

Setelah peristiwa itu, Kusnadi pun mengaku tidak pernah lagi merasakan adanya guncangan gempa selama dia tinggal di Kawasan Gunung Puyuh.

"Kalau saya, sekali-kalinya itu merasakan gempa saat gempa Pangandaran 2006 selama saya tinggal disini, kalau pas saat gempa Cianjur atau Garut kemarin, saya disini tidak merasakan ada guncangan gempa," ujarnya.

Fenomena itu juga turut diamini oleh pengemudi ojek yang berada tak jauh dari kawasan Gunung Puyuh. Ada sekitar 10 orang yang sedang berada di sana, semuanya pun mengiyakan terkait fenomena tersebut.

"Iya memang sudah dari dulu jarang ada guncangan gempa di Kawasan Gunung Puyuh mah," ujar Ucep (50).

Namun, mereka juga tak satupun yang mengetahui penyebab kawasan itu jarang terguncang gempa.

"Wah kalau kenapa di Gunung Puyuh jarang terkena guncangan gempa, saya sendiri tidak tahu," ucapnya dengan diiyakan oleh rekan-rekannya yang tengah berada disana saat itu.

Mengenal Kawasan Gunung Puyuh

Kawasan Gunung Puyuh sendiri adalah tempat di mana di sana terdapat sebuah komplek pemakaman para leluhur Sumedang. Pemakaman ini berada di pinggir jalan atau tepatnya di Jalan Cut Nyak Dien, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan.

Komplek pemakaman Gunung Puyuh merupakan salah satu komplek pemakaman para leluhur sekaligus makam keluarga dari keturunan Sumedang.

Tempat itu pun kini menjadi salah satu cagar budaya setelah dipatenkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten. Sebuah pemakaman yang dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Ada sejumlah nama yang dimakamkan disana, diantaranya Raden Somanagara atau nama lain dari Pangeran Soeria Koesoemah Adinata, Ni Raden Ayu Rajapomerat binti Wiranatakusumah III Dalem Karanganyar Bupati Bandung, Ki Bagus Weruh atau Pangeran Rangga Gempol II atau Pangeran Koesoemahdinata IV.

Kemudian, Pangeran Panembahan Pangeran Rangga Gempol Gempol III atau Pangeran Koesoemahdinata V, Dalem Adipati Tanoemadja, Ni Raden Ayu Jogjanagara, Raden Haji Mustofa dan RAA Martanagara.

Sementara untuk makam Cut Nyak Dien, berada di dalam paling ujung dari komplek pemakaman tersebut. Cut Nyak Dien kala itu diasingkan oleh Belanda ke Sumedang sekitar tahun 1901. Ia kemudian menghembuskan nafas terakhir di Sumedang pada 6 November 1908.

Awalnya, makam Cut Nyak Dien tidak dikenali oleh masyarakat lantaran identitas dan makamnya memang dirahasiakan oleh penjajah Belanda kala itu.

Makamnya sendiri baru diketahui tahun 1959 setelah dilakukan pencarian saat Gubernur Aceh dijabat oleh Ali Hasan. Makam tersebut diketahui berdasarkan data-data di Belanda.


dtk/zr/JMI/Red.

Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Prof H Amran Suadi Optimis Kaspudin Nor Lolos Menjadi Dewas KPK

JAKARTA, JMI – Sebanyak 146 calon Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dinyatakan lolos pada seleksi admi...