JAKARTA, JMI -- Kebijakan pendaftaran
Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai menyimpan sejumlah
bahaya karena aturan yang multitafsir dan berdaya jangkau amat luas.
Diketahui, kewajiban pendaftaran bagi PSE Lingkup Privat
berlandaskan pada Peraturan Menkominfo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan
atas Permenkominfo 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup
Privat.
Kominfo kemudian menetapkan tenggat
atau batas akhir pendaftaran PSE swasta pada Rabu (20/7).
Sejumlah pakar kemudian ramai-ramai mengeluhkan ketentuan ini karena
berbagai potensi bahayanya.
Apa
saja potensi bahayanya?
1. Membungkam kritik
Pakar
keamanan siber sekaligus pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh
Aprianto menyoroti pasal 9 ayat (3) dan (4) Permenkominfo itu yang
melarang PSE Lingkup Privat memuat atau menyebarluaskan "Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang".
Yakni,
yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; yang meresahkan
masyarakat dan mengganggu ketertiban umum; dan yang memberitahukan cara atau
menyediakan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang dilarang.
PSE yang
tak nurut akan ditutup aksesnya.
Teguh
menyebut ini adalah pasal yang berbahaya karena pasal
karet lewat frasa "meresahkan masyarakat dan mengganggu
ketertiban umum" yang tak memiliki penjelasan di dalamnya. Praktik semacam
ini, menurutnya, lazim terjadi di kasus-kasus UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE).
"Nantinya
bisa digunakan untuk 'mematikan' kritik walaupun disampaikan dengan damai.
Dasarnya apa? Mereka (Pemerintah) tinggal jawab, mengganggu ketertiban
umum," cetus dia.
2. Melanggar privasi pengguna
Platform
seperti Instagram, Facebook, dan WhatsApp memiliki kebijakan privasi
sendiri sejak lama. Misalnya, kebijakan end-to-end encryption WhatsApp.
Sementara, Permenkominfo mewajibkan PSE untuk menyerahkan semua jenis
data, termasuk isi percakapan.
"Bahkan di pasal 36, APH (aparat
penegak hukum) dapat meminta platform digital memberi akses untuk melihat isi
komunikasi privat. Jeng-jeng!" kicau SAFEnet.
Pasal
36 ayat (3) PSE diminta memberikan akses terhadap "Konten
Komunikasi yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum"; Pasal 36 ayat
(5) PSE memberikan akses terhadap "Data Pribadi Spesifik"
yang diminta.
Karena
ketentuan itu, Teguh menduga para perusahaan besar berpikir berkali-kali untuk
mendaftar PSE.
"Jika
platform ini ikut mendaftar, maka mereka akan melanggar kebijakan privasi
mereka sendiri dan privasi kita sebagai pengguna juga akan terancam," ujar
Teguh.
3. Mudahnya hapus konten
Permenkominfo ini
juga menyebutkan bahwa platform digital tidak akan dikenai sanksi
pemutusan akses kalau sudah melakukan pemutusan akses pada konten yang
dilarang.
"Aturan
ini akan mendorong Platform Digital rajin menghapus konten2nya agar tak kena
semprit," kata SAFEnet.
Pasal
15, misalnya, PSE wajib melakukan pemutusan akses (take down)
terhadap "Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
dilarang" 1x24 jam setelah permintaan resmi, dan 4 jam untuk hal yang
mendesak.
4. Sapu jagat semua kena
SAFEnet mengatakan
PSE Lingkup Privat ini berlaku untuk semua hal di semua bidang. Menurut
Pasal 1 ayat 5-7, definisi PSE bukan cuma aplikasi medsos saja, tapi juga game
online, situs belajar, media UGC dan lainnya.
"Entah
milik perorangan, badan usaha atau masyarakat. Singkatnya, Permenkominfo ini
berlaku untuk semua platform digital," ungkap SAFEnet.
Di
sisi lain, jutaan warga yang memakai jasa platform-platform digital itu
untuk berkomunikasi hingga berusaha. Wakil Ketua DPR Muhaimin
Iskandar pun meminta Kominfo tak asal blokir.
"Langkah
itu untuk menghindari pemblokiran. Kalau aplikasi tersebut diblokir akan
menyulitkan masyarakat, instansi pemerintahan, dan swasta yang menggunakan
aplikasi-aplikasi tersebut dalam aktivitasnya," kata Cak Imin, Selasa (19/7)
dikutip dari Antara.
-Respone
Kominfo Soal Tudingan Pakar
Direktur
Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo Semuel Abrijani
Pangerapan mengatakan kewenangan-kewenangan itu diperlukan demi mengungkap
kejahatan.
"Bagaimana
kalau kejahatan itu dilakukan oleh perusahaannya sendiri, binomo contohnya dan
DNA Robot. Aparat harus bisa masuk ke sistemnya, karena secara sistem mereka
melakukan kejahatannya," ujarnya di kantor Kominfo, Selasa (19/7)
Soal penertiban
konten, Semuel menyebut pihaknya memiliki sistem tata kelola untuk
menanganinya.
"Kalau
terkait konten, kita sudah ada tata kelolanya. Mereka [PSE] sudah tahu juga
kok, kita enggak sembarangan, ada dialog," tuturnya.
Kemudian
terkait kekhawatiran karena adanya diksi "ketertiban umum" yang
dianggap rawan disalahgunakan, Semuel menyebut pemblokiran akan dilakukan
setelah konten tersebut membuat ramai di jagat maya, dan tidak akan sembarang
blokir.
"Dan
itu yang salah satunya meredam adalah melakukan pemblokiran. Hal-hal yang
bener-bener terjadi, bukannya kita apa-apa terus ditakedown," jelas
Semuel.
"Namanya
mengganggu ketertiban umum, jadi ramai, semua orang membicarakannya,"
tambahnya.
Sumber : CNN Indonesia
0 komentar :
Posting Komentar