WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Sederet Dampak Kenaikan Bunga The Fed Bagi Warga AS


JAKARTA, JMI
 --  Bank sentral AS The Federal Reserves (The Fed) resmi menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin ke kisaran 2,25 persen-2,5 persen pada Rabu (27/7), waktu setempat. Kenaikan dilakukan demi mengatasi lonjakan inflasi di AS yang beberapa waktu belakangan ini terus melonjak.

Dilansir CNN Business, Kamis (28/7), kenaikan suku bunga bisa membuat biaya pinjaman meningkat tajam untuk rumah tangga dan bisnis.

Warga AS akan membayar lebih mahal untuk untuk mengambil pinjaman hipotek dan kendaraan.

Setiap kali The Fed menaikkan suku bunga, biaya pinjaman menjadi lebih mahal. Hal ini lantaran biaya bunga lebih tinggi untuk hipotek, jalur kredit ekuitas rumah, kartu kredit, utang pelajar dan pinjaman mobil.

Tingkat hipotek yang lebih tinggi membuat warga AS lebih sulit untuk membeli rumah dengan harga yang kian meroket selama pandemi covid-19. Pinjaman usaha juga akan lebih mahal, baik untuk usaha besar maupun kecil.

Tindakan The Fed menaikkan suku bunga secara agresif disebut dapat memperlambat ekonomi sehingga secara tidak sengaja memicu resesi yang mendorong pengangguran.

Namun, uang yang yang disimpan di tabungan, sertifikat deposito (CD) dan rekening pasar uang diperkirakan akan naik seiring meningkatnya suku bunga The Fed.

Tetapi kondisi itu membutuhkan waktu yang tak singkat. Dalam banyak kasus, terutama dengan rekening tradisional di bank-bank besar, dampaknya tidak akan terasa dalam semalam.

Bahkan setelah beberapa kali kenaikan suku bunga, tingkat tabungan masih akan sangat rendah, di bawah inflasi dan pengembalian yang diharapkan di pasar saham.

Suku bunga yang lebih tinggi juga akan menjadi tantangan besar bagi pasar saham. Kenaikan suku bunga paling tidak membuat pasar saham akan menghadapi lebih banyak persaingan ke depan dari obligasi pemerintah.

The Fed sejatinya menaikkan suku bunga untuk mengatasi lonjakan inflasi di AS yang beberapa waktu belakangan ini terus melonjak. Tercatat, inflasi di AS sempat menyentuh 9,1 persen pada Juni lalu.

Dalam pengumuman yang disampaikan oleh Gubernur bank sentral AS Jerome Powell pada Rabu (27/7) waktu AS, mereka menyatakan masih akan menaikkan suku bunga acuan lagi secara agresif demi mengatasi lonjakan inflasi tersebut.

Ia meyakini kebijakan agresif menaikkan suku bunga acuan demi meredam dampak lonjakan inflasi adalah tepat.

"Kami mencoba melakukan jumlah yang tepat. Kami tidak mencoba mengalami resesi dan kami pikir kami tidak harus melakukannya. Kami berpikir bahwa ada jalan bagi kami untuk dapat menurunkan inflasi sambil mempertahankan pasar tenaga kerja yang kuat," katanya.

Namun, kenaikan suku bunga The Fed dinilai akan butuh waktu untuk memerangi inflasi. Inflasi bahkan masih akan terjadi akibat perkembangan perang Rusia-Ukraina, kekacauan rantai pasok, dan penyebaran covid-19.

 

CNNI/JMI/RED

Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Pemerintah Sederhanakan Distribusi Pupuk Subsidi

  Jakarta, JMI - Pemerintah menyederhanakan alur distribusi pupuk subsidi bagi para petani yang pada awalnya memerlukan surat keterangan d...