|
sumber foto (cnn indonesia) |
JAKARTA, JMI -- Pengadilan Rusia mendenda Alphabet, perusahaan
induk Google dan YouTube, senilai 21,1 miliar Rubel
atau sekitar Rp5,56 triliun (kurs Rp263,69/Rubel). Apa salah mereka?
Dikutip dari Reuters, Pengadilan Distrik Tagansky
pada Senin (18/7) memutus bahwa Google dan YouTube berulangkali gagal menghapus
konten yang dianggap ilegal oleh Pemerintah Vladimir Putin terkait intervensi
militer di Ukraina.
Moskow sendiri sejak lama keberatan dengan
distribusi konten platform teknologi asing yang melanggar batasan otoritas.
Perselisihan itu berubah menjadi pertempuran penuh di pengadilan sejak Rusia
menyerbu Ukraina pada Februari.
Regulator
telekomunikasi negara tersebut, Roskomnadzor, mengatakan YouTube selaku
platform video milik Google gagal memblokir "informasi palsu" tentang
serangan di Ukraina, termasuk "propaganda ekstremis dan teroris".
Dikatakan
pula, YouTube tidak menghapus "kepalsuan tentang jalannya operasi militer
khusus di Ukraina, yang mendiskreditkan angkatan bersenjata Federasi
Rusia".
Seperti
diberitakan AFP pada Senin (18/7), mereka juga menuding kegagalan YouTube dalam
memblokir konten "seruan pada anak di bawah umur untuk berpartisipasi
dalam demonstrasi tidak sah."
Denda
itu sendiri dihitung sebagai bagian dari omset tahunan Google di Rusia.
Perusahaan ini juga pernah mendapat hukuman serupa senilai 7,2 miliar rubel
akhir tahun lalu.
Vladimir
Zykov, ahli yang dikutip oleh kantor berita Rusia Ria-Novosti, denda tersebut
adalah yang terbesar yang pernah dijatuhkan kepada sebuah perusahaan teknologi
Barat oleh pengadilan Rusia.
Pihak
berwenang Rusia, kata Vladimir Zykov, dapat memberikan Google "denda
sebanyak yang mereka inginkan, [namun] mereka tidak akan menerima uang"
karena perusahaan itu telah menarik diri dari negara itu.
Google
baru-baru ini juga keluar dari pasar Rusia sebagai bentuk kecaman atas
intervensi militer Rusia di Ukraina.
Rekening
bank Google unit Rusia juga telah disita. Hal ini mendorong anak perusahaan
untuk mengajukan kebangkrutan dan membuatnya tidak mungkin untuk membayar para
staf dan vendor.
Perusahaan,
yang sebenarnya masih bisa mengajukan banding, tidak segera menanggapi
permintaan komentar atas vonis ini.
Roskomnadzor
juga sempat mencap aktivitas Google dan YouTube dengan label
"teroris" pada Maret 2022. Mereka juga membuka kemungkinan diblokir
di Rusia, seperti Twitter, Instagram, dan banyak media independen lain sejak
operasi militer dimulai.
Sumber : CNN Indonesia
0 komentar :
Posting Komentar