Jakarta, JMI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati, sebagai tersangka dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Terkait peristiwa ini, Presiden Joko "Jokowi" Widodo pun mengatakan perlu adanya reformasi hukum.
"Ya, yang paling penting kita tunggu sampai selesai proses hukum yang ada di KPK. Kedua, saya lihat ada urgensi sangat penting untuk mereformasi bidang hukum kita," ujar Jokowi, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (26/9/2022).
1. Jokowi juga perintahkan Mahfud MD mereformasi hukum
Dalam kesempatan itu, Jokowi mengaku sudah memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, untuk melakukan reformasi hukum. Yang terpenting, kata Jokowi, semua pihak harus bisa menahan diri dan menghormati proses hukum yang ada di KPK.
"Dan itu sudah saya perintahkan ke Menko Polhukam, jadi silakan tanyakan ke Menko Polhukam. Saya kira kita ikuti proses hukum yang ada di KPK," ucap dia.
2. Sudrajat Dimyati diduga terima suap Rp800 juta
Sebelumnya, Sudrajad diduga telah menerima Rp800 juta untuk memenangkan perkara di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, Dimyati menerima uang tersebut melalui Elly Tri Pangestu yang merupakan seorang Hakim Yudisial. "SD menerima sekitar sejumlah Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP," jelas Firli pada Jumat (23/9/2022).
Firli mengatakan, suap itu bermula ketika Yosep Parera dan Eko Suparno yang menjadi kuasa hukum dari Heryanto Tanaka (Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana) mengajukan kasasi di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah. Kasasi ini diajukan pada tahun 2022.
"Dalam pengurusan kasasi ini, diduga YP dan ES melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan Mahkamah Agung yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan Majelis Hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES," jelas Firli.
"Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES yaitu DY (PNS Kepaniteraan Mahkamah Agung) dengan adanya pemberian sejumlah uang," ucap dia.
3. Ada pihak lain dari MA juga terlibat
Firli mengatakan, DY turut mengajak Muhadjir Habibie (PNS Kepaniteraan Mahkamah Agung) dan Elly Tri Pangestu (Hakim Yudisial) untuk menjadi penghubung penyerahan uang ke Majelis Hakim.
"DY dan kawan-kawan diduga sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di Mahkamah Agung untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di Mahkamah Agung," jelas Firli.
Kemudian, Yosep Parera dan Eko Suparno menyerahkan uang tunai kepada Desy sekitar 202 ribu dolar Singapura. Uang itu dibagikan Desy kepada Muhjir Habibie, Elly Tri Pangestu, dan Sudrajat.
"DY menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH menerima sekitar sejumlah Rp850 juta, ETP menerima sekitar sejumlah Rp100 juta dan SD menerima sekitar sejumlah Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP," jelas Firli.
"Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang di harapkan YP dan ES pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP ID pailit," imbuhnya.
idnt/jmi/red
0 komentar :
Posting Komentar